PEMBAHASAN
Dinul berasal
dari bahasa Arab "addin" yang berarti agama, sedangkan islam
itu sangat luas pengertiannya dan secara istilah disebutkan bahwa islam itu
adalah keselamatan, perdamaian yang meliputi :
- Islam itu keselamatan, yang artinya seseorang yang memeluk agama islam akan selamat di dunia dan akhirat selama dia menjalankan apa yang terdapat dalam al-Qur'an dan Hadist sebagai pedoman hidup agama Islam.
- Islam itu perdamaian, yang artinya bahwa islam itu adalah damai dan cinta perdamaian dan sebaliknya benci terhadap permusuhan.
Secara keseluruhan bahwa Dinul
Islam itu adalah agama pembawa keselamatan kepada umat manusia sepanjang
hamba Allah tersebut menjalankan syari'at dinul Islam itu sendiri yang
berlandaskan al-Qur'an dan Hadist.
Dalam al-Qur'an disebutkan dalam surah Ali ‘Imran: 19
“Sesungguhnya agama yang di ridhoi Allah di sisi-Nya ialah Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam QS. Ali ‘Imran: 85
Dalam al-Qur'an disebutkan dalam surah Ali ‘Imran: 19
“Sesungguhnya agama yang di ridhoi Allah di sisi-Nya ialah Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam QS. Ali ‘Imran: 85
"Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak
akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.”
Tujuan Dinul Islam
Menurut konsep Islam, Allah Swt menurunkan agama Islam sebagai agama yang sempurna kepada utusannya yang terakhir yaitu kepada Nabi Muhammad Saw mempunyai tujuan di turunkannya agama Islam ke muka bumi ini adalah untuk :
Tujuan Dinul Islam
Menurut konsep Islam, Allah Swt menurunkan agama Islam sebagai agama yang sempurna kepada utusannya yang terakhir yaitu kepada Nabi Muhammad Saw mempunyai tujuan di turunkannya agama Islam ke muka bumi ini adalah untuk :
Mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya
Hubungan manusia ini dengan Allah ini dapat dikatakan sebagai hubungan antara makhluk dengan khaliknya, atau hubungan antara yang diciptakan dengan penciptanya. Bentuk hubungan ini dapat dilihat dari firman Allah Swt dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56:
Hubungan manusia ini dengan Allah ini dapat dikatakan sebagai hubungan antara makhluk dengan khaliknya, atau hubungan antara yang diciptakan dengan penciptanya. Bentuk hubungan ini dapat dilihat dari firman Allah Swt dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56:
إِلا لِيَعْبُدُونِ وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ
Artinya “ Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia terkecuali untuk mengabdi kepadaKu.”
Dari ayat diatas dapatlah dipastikan manusia diciptakan hanyalah berbakti kepada Allah. Untuk memberi petunjuk kepada manusia mengenai cara-cara mengabdi yang diperintahkan oleh Allah Swt maka ia mengutus nabi – nabi untuk menjelaskan tentang masalah pengabdian itu.
Mengatur hubungan manusia dengan manusia.
Manusia sebagai makhluk sosial sudah barang tentu hidup bersama dengan anggota lainnya ia bisa mempengaruhi dan bisa juga dipengaruhi, iya bentuk sesuatu untuk bisa hidup dan berkembang, tetapi kehidupan dan berkembang lebih baik tanpa uluran tangan orang lain. Sehubungan dengan hal tersebut diatas ajaran Islam memberikan pedoman hidup bagi manusia, antara lain berupa suruhan atau anjuran agar sesama manusia saling hidup tolong menolong, manusia yang mampu harus menolong yang miskin, yang kuat harus menolong yang lemah, dan yang pandai meberikan pelajaran kepada yang bodoh dan seterusnya. Baik diminta maupun tidak, selama yang diberi pertolongan itu mau menerimanya. Firman Allah Swt dalam surat Al-Maidah ayat 2.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْأِثْمِ وَالْعُدْوَان
ِ (المائدة: من الآية2)
Artinya “ Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia terkecuali untuk mengabdi kepadaKu.”
Dari ayat diatas dapatlah dipastikan manusia diciptakan hanyalah berbakti kepada Allah. Untuk memberi petunjuk kepada manusia mengenai cara-cara mengabdi yang diperintahkan oleh Allah Swt maka ia mengutus nabi – nabi untuk menjelaskan tentang masalah pengabdian itu.
Mengatur hubungan manusia dengan manusia.
Manusia sebagai makhluk sosial sudah barang tentu hidup bersama dengan anggota lainnya ia bisa mempengaruhi dan bisa juga dipengaruhi, iya bentuk sesuatu untuk bisa hidup dan berkembang, tetapi kehidupan dan berkembang lebih baik tanpa uluran tangan orang lain. Sehubungan dengan hal tersebut diatas ajaran Islam memberikan pedoman hidup bagi manusia, antara lain berupa suruhan atau anjuran agar sesama manusia saling hidup tolong menolong, manusia yang mampu harus menolong yang miskin, yang kuat harus menolong yang lemah, dan yang pandai meberikan pelajaran kepada yang bodoh dan seterusnya. Baik diminta maupun tidak, selama yang diberi pertolongan itu mau menerimanya. Firman Allah Swt dalam surat Al-Maidah ayat 2.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْأِثْمِ وَالْعُدْوَان
ِ (المائدة: من الآية2)
Artinya “ Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebaikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran”
Mengatur Hubungan Manusia Dengan Makhluk Lain
Sebagaimana diketahui bahwa alam diciptakan Allah Swt dan segala isinya adalah diperuntukan kepada manusia. Sepertii dalam surat An-Nahl ayat 12
Artinya “ Dan Dia menundukan malam dan siang matahari dan bulan untukmu, dan bintang-bintang itu ditundukan (untukmu) dengan perintahNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahaminya.”
Dalam memanfaatkan alam ini manusia tidak terlepas dari peraturan-peraturan yang mengikat mereka. Dunia ini diperuntukan bukan untuk kepentingan manusia semata-mata. Alam ini akan rusak karena ulah tangan manusia, jadi marilah kita sadari pentingnya syariat agama dengan pemanfaatan serta pelestarian alam demi untuk kepentingan manusia bersama.
Kerangka dasar dan Sumber Ajaran Islam
Mengatur Hubungan Manusia Dengan Makhluk Lain
Sebagaimana diketahui bahwa alam diciptakan Allah Swt dan segala isinya adalah diperuntukan kepada manusia. Sepertii dalam surat An-Nahl ayat 12
Artinya “ Dan Dia menundukan malam dan siang matahari dan bulan untukmu, dan bintang-bintang itu ditundukan (untukmu) dengan perintahNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahaminya.”
Dalam memanfaatkan alam ini manusia tidak terlepas dari peraturan-peraturan yang mengikat mereka. Dunia ini diperuntukan bukan untuk kepentingan manusia semata-mata. Alam ini akan rusak karena ulah tangan manusia, jadi marilah kita sadari pentingnya syariat agama dengan pemanfaatan serta pelestarian alam demi untuk kepentingan manusia bersama.
Kerangka dasar dan Sumber Ajaran Islam
Tentang kerangka dasar agama Islam
beberapa penulis telah mengemukakan pendapatnya diantaranya E.S Anshari 1983 : 24 dengan mengikuti sistematik Iman Islam dan
Ikhsan yang berasal dari hadist Nabi Muhammad Saw, bahwa kerangka dasar agama
Islam itu ada 3 (tiga ) yakni Akidah,
Syariah dan Akhlak
I.
Pembahasan Pokok dan Fondasi ( Azas ) Diinul Islam
I.1. Pengertian Aqidah
Yang dimaksud dengan Akidah secara Etimologi ( secara bahasa ) adalah
Ikatan, Sangkutan, memintal, menetapkan, menguatkan, mengikat dengan kuat,
berpegang teguh, keyakinan, keteguhan dan dalam masalah teknis makna akidah itu
adalah Iman
Akidah secara Terminologi ( secara
istilah ) berarti : “ Keyakinan yang mantap dan keputusan yang tegas, yang
tidak terpengaruh dan tidak dimasuki oleh keragu raguan sedikitpun, baik
keyakinan dan keputusan tersebut benar maupun salah, hak ataupun batil.
Dinamakan Akidah karena manusia mengikatkan hatinya kepadanya “ (2)
Secara Syariah Islam inti dari
Akidah adalah : Tauhid dan pembahasannya berkisar pada Rukun Iman sebagaimana
pandangan DR M Fazl-ur Rahman Ansari bahwa : “ Al-Quran telah meletakkan titik
berat terbesar pada konsep Kesatuan ( Tauhid/Keimanan ) Konsep ini merupakan
suatu prinsip lengkap yang menembus semua dimensi yang mengatur seluruh
khasanah fundamental keimanan dan aksi manusia untuk memahami pendekatan dasar
Al Quran terhadap masalah masalah
manusia, oleh sebab itu maka kita perlu faham terhadap dimensi yang
dikandungnya diantaranya : dimensi kesatuan Tuhan, kesatuan Alam semesta,
kesatuan kehidupan, kesatuan ilmu ….” (3)
Akidah adalah suatu kepercayaan yang berkaitan dengan yang ghaib ( ghaibah )
sebagaimana firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 1-3 :
Artinya : “ Alif Lam Mim, inilah
kitab yang tidak ada keraguan didalamnya, merupakan hidayah bagi orang orang yang bertaqwa, yang beriman
kepada yang ghaib …..” ( 4)
Dalam pandangan lain Abu Bakar Jabir
Al-Jazairi menyebutkan bahwa Akidah adalah : “Kumpulan dari hukum hukum
kebenaran yang jelas, yang dapat diterima oleh akal, pendengaran, perasaan,
yang diyakini oleh hati manusia, dan dipujinya, dipastikan kebenarannya,
ditetapkan kesahihannya dan manusia tidak melihat ada yang menyalahinya dan
bahwa itu benar serta berlaku selama lamanya “ (5)
Aqidah merupakan pokok kepercayaan
terhadap Allah Swt tanpa aqidah semua pelaksanaan amalan menjadi sia sia.
Aqidah itu dasar iman yang tetanam dalam jiwa manusia yang mengarahkan kepada
satu kepercayaan bahwa Allah Swt yang menciptakan dan mengatur alam semesta
ini, dan sebagai konsekwensinya maka Allah Swt lah yang wajib kita sembah,
memohon petunjuk dan pertolongannya (Tauhid ululhiyah).
Firman Allah Swt dalam surat
Al-Maidah ayat 36.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ
رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُالنحل: من الآية
Artinya “Dan sungguh Kami telah
mengutus pada setiap umat seorang rasul hendaklah kalian menyembah Allah
Subhanahu wata’ala dan menjauhi thoghut.”
Pembahasan akidah dilakukan oleh
ilmu tersendiri yang disebut ilmu kalam yakni ilmu yang membahas tentang kalam
Illahi ( mengenai akidah ) atau juga disebut Tauhid karena membahas tentang
keesaan Allah ( Tauhid ) atau disebut juga Usuluddin karena membahas dan
memperjelas Rukun Iman yang menjadi asas
( fondasi ) seluruh ajaran Islam
Akidah Islam sebagaimana yang
tercantum dalam Al Quran dan Sunnah Nabi perlu di rinci lebih lanjut oleh orang
yang memenuhi syarat yaitu para ulama yaitu orang orang yang berilmu yang telah
berusaha memahami, mendalami, menafsirkan dan menbahas Akidah Islam itu dengan
Ilmu Kalam guna dijadikan pegangan oleh
umat Islam, Menurut Ibnu Khaldun Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membahas Akidah
untuk mempertahankan iman dengan mempergunakan akal pikiran ( Gazalba, 1975 :
213, dalam M Daud Ali 1992 : 26 ) hasil pendalaman penafsiran serta perincian mereka tentang
akidah karena ia adalah hasil pemikiran
manusia mempunyai kecenderungan yang berbeda beda yang menimbulkan
aliran aliran atau mazhab mazhab dengan nama tertentu dikalangan umat Islam.
Aliran aliran di lapangan Akidah dalam Ilmu Kalam dapat dibaca dalam
perpustakaan
Pembahasan
Akidah ini mencakup 2 hal yaitu :
1.a. Dua Kalimah Syahadat
dan
1.b. Rukun Iman yang enam (6)
1.a.
Dua Kalimah Syahadat pilar Islam pertama
Di dalam Bersyahadat, yang paling
penting ialah pekerjaan "Hati". Jangan dibiasakan lain di Bibir, lain
di Hati. Ini namanya Munafiq. Sebab zaman sekarang ini, sering kita lihat corak
dan ragam manusia yang sudah Brengsek. Lain bicara lain tujuannya. Mereka
mengatakan bahwa ia adalah kaum Muslim. Tetapi perbuatannya lebih jahat dari
Yahudi. Banyak yang mengatakan bahwa ia adalah Kelompok Islam Murni atau Islam
Sejati. Namun Syari’at Islam tidak pernah ia laksanakan. Dan kejahatannya jauh
lebih parah dari Setan. Ini semua karena ia tidak memperdulikan pelajaran pokok
mengenai Syahadat. Dan tidak mau menelusuri apa arti dari semua yang ditekankan
oleh Dua Kalimat Syahadat
Arti Syahadat ialah : Pengakuan atau
Penyaksian yang sebenarnya, yakni Saksi Zahir dan Saksi Batin. Maka dengan
demikian wajib bagi kita menghayatinya.
a.
Fardhu
Syahadat itu Terbagi Dua
1. Di ikrarkan dengan Lidah.
2. Di Tasdiqkan dalam hati.
1. Di ikrarkan dengan Lidah.
2. Di Tasdiqkan dalam hati.
b.
Kesempurnaan
Syahadat itu Empat
1. Di-Ketahui.
2. Di-Ikrarkan.
3. Di-Tasdiqkan.
1. Di-Ketahui.
2. Di-Ikrarkan.
3. Di-Tasdiqkan.
4.Di-Yakinkan.
c.
Rukun
Syahadat Terbagi Empat
1.
Meng-ESA-kan (menetapkan) Zat Allah
SWT. Berdiri dengan sendiri-Nya.
2. Meng-ESA-kan
(menetapkan) Sifat Allah SWT. Kelakuan dan Kekuasaan-Nya.
3. Meng-ESA-kan (menetapkan) Af’al Allah SWT. Berbuat Sekehendak-Nya.
4. Mengakui (menetapkan) Kebenaran Rasulullah.
3. Meng-ESA-kan (menetapkan) Af’al Allah SWT. Berbuat Sekehendak-Nya.
4. Mengakui (menetapkan) Kebenaran Rasulullah.
d.
Syarat Sah
Syahadat ada Empat
1. Hendaklah diketahui atau Mengerti maksudnya.
2. DiIkrarkan dengan Lidah. Dibaca dari awal hingga Akhir.
3. Hendaklah diyakini maksud dan tujuan Syahadat itu (tidak ragu-ragu).
4. Yakin serta di ’Amalkan dengan anggota Tubuh dan Hati dan dengan Perbuatan. Dan wajib menolak segala yang bertentangan dari maksud Dua Kalimah Syahadat tersebut.
1. Hendaklah diketahui atau Mengerti maksudnya.
2. DiIkrarkan dengan Lidah. Dibaca dari awal hingga Akhir.
3. Hendaklah diyakini maksud dan tujuan Syahadat itu (tidak ragu-ragu).
4. Yakin serta di ’Amalkan dengan anggota Tubuh dan Hati dan dengan Perbuatan. Dan wajib menolak segala yang bertentangan dari maksud Dua Kalimah Syahadat tersebut.
e.
Dua Kalimah Syahadat mengandung arti Persetujuan. Pengakuan. Dan Keyakinan. Karena itu setiap Insan yang mengaku ia
adalah orang Muslim, sudah tentu ditekankan kepadanya suatu Keyakinan dalam
Hatinya kebenaran apa yang mereka akui tersebut. Maka jika hanya pengakuan
Lidahnya saja, tetapi bertentangan dengan Hatinya. Maka orang yang demikian itu
dinamakan melafazkan Pengakuan Dusta. Bahasa kasarnya adalah Munafiq.
f.
Yang
Membinasakan Syahadat itu Terbagi Empat
1.Menduakan/Menyekutukan/Mensyarikatkan
Allah.
2. Ragu di dalam Hatinya kepada Allah Ta’ala.
3. Menyangkal Bahwa dirinya dijadikan Allah Ta’ala.
4. Tidak meng-Isbatkan (meyakini) Kekuasaan Allah.
2. Ragu di dalam Hatinya kepada Allah Ta’ala.
3. Menyangkal Bahwa dirinya dijadikan Allah Ta’ala.
4. Tidak meng-Isbatkan (meyakini) Kekuasaan Allah.
g.
Nama
Syahadat itu Terbagi Dua
1. Syahadat Tauhid.
1. Syahadat Tauhid.
أَ شْـــهَــدُ اَنْ لاَ إِ لـــــهَ إِ لاَّ الـلّــــــــــــهُ
"Aku Mengakui (dengan Haqqul Yaqin)
Bahwa tiada Tuhan Selain Allah".
2. Syahadat Rasul.
وَ أَ شْــهَــدُ أَنَّ مُحَـــمَّـــدً ا رَّ سُــوْ لُ الـلّـــــــــهُ
"Aku Mengakui (dengan Haqqul Yakin)
Bahwa Muhammad adalah utusan Allah".
h.
Seseorang yang mengucapkan Dua
Kalimah Syahadat, berarti Orang tersebut telah mengucapkan Kalimah Sakral.
Kalimah Sumpah. Kalimah janji setia kepada Agama Islam yang direstui Allah SWT.
sesuai dengan arti Firman Allah Ta’ala :
شَهِدَ
الـلّــهُ اَ نَّــه لاَ اِلـــهَ اِلاَّ هُــوَ، وَ الْـمَـلــئِــكَـــةُ وَ
اُولُــواالْــعِــلْــمِ
قَـآئِــمًابِـالْــقِـسْــطِ لاَ
اِلـــــــهَ اِلاَّ هُـــوَ الْــعَـــزِ يْـــزُ الْحَـكِــيْـمُ اِنَّ الـدِّ
يْـنَ عِــنْـدَ الـلّـــــهِ اْلإِ سْـــلاَ مُ …
“Allah memastikan bahwa :”Tidak ada
Tuhan selain dari DIA”. Dan para Malaikat serta orang-orang yang ber’ilmu
(Mengakui-Nya). Allah menegakkan keadilan. “Tidak ada Tuhan yang lain”. Hanya
DIA Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
“Sesungguhnya Agama yang diterima di sisi Allah adalah (Agama) Islam”. (Q.S. Ali-Imran : 19)
“Sesungguhnya Agama yang diterima di sisi Allah adalah (Agama) Islam”. (Q.S. Ali-Imran : 19)
Demikian kalimat Tauhid yang kita
dapati di dalam Al-Qur-aan. Maka sangat jelas bagi seorang Muslim yang telah
bersumpah dan berjanji setia. Tidak baik jika hanya setengah-setengah, alias
hanya meng-imani sebagian ayat. Tetapi menolak sebagian Ayat yang lainnya. Dan
meng-imani sebagian Hadits, tetapi tidak mau meng-imani Hadits yang lainnya.
Belum cukup hanya dengan mengucapkan
Dua Kalimah Syahadat saja, tetapi Wajib bagi Muslim berbuat sesuai dengan isi
kandungan apa yang telah di ikrarkannya tersebut. Bukan hanya ucapan sebagai
kembang bibir saja, tetapi ikut Hatinya menerima dan melaksanakan apa saja
kandungan makna yang diperintahkan Allah SWT di dalam Dua Kalimah Syahadat
tersebut.
1.b. Rukun Iman yang 6 ( enam )
1. Iman Kepada Allah
Ta’ala
Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
2. Iman Kepada Para Malaikat-Nya
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
3. Iman Kepada Kitab-Kitab
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
4. Iman Kepada Rasul-rasul
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad shalalallahu alaihi wa salam adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
5. Iman Kepada Kebangkitan Setelah Mati
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
6. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta’ala.
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah ta’ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.
Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan
nabi-nabi…” (Al-Baqarah:177)
”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49)
Juga sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam dalam hadits Jibril:
”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)
Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
2. Iman Kepada Para Malaikat-Nya
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
3. Iman Kepada Kitab-Kitab
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
4. Iman Kepada Rasul-rasul
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad shalalallahu alaihi wa salam adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
5. Iman Kepada Kebangkitan Setelah Mati
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
6. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta’ala.
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah ta’ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.
Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan
nabi-nabi…” (Al-Baqarah:177)
”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49)
Juga sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam dalam hadits Jibril:
”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)
2.
Ibadah
A.
Definisi
Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti
merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah
mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara
lain adalah:
[1]. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan
melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
[2]. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah
Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa
mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
[3]. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh
apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau
perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang
paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan
anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta),
tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah
qalbiyah (yang berkaitan dengan hati).
Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan
syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati).
Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah
(fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan
dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan
manusia. Allah berfirman Artinya : “ Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah
Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat
: 56-58]
B. Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga
pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah
diri, sedang-kan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul
unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:
Artinya : “ Dia mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]
Artinya :
“Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.”
[Al-Baqarah: 165]
Artinya : Sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada
Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’
kepada Kami.” [Al-Anbiya': 90]
C.
Syarat
Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada
suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan
As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang
ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Artinya : “
Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan
tersebut tertolak.”
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus
benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua
syarat:
[a]. Ikhlas karena Allah semata,
bebas dari syirik besar dan kecil.[b]. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari
syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya
kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah
konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya
taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau
ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.Artinya :
“ (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya
dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”
[Al-Baqarah: 112]
D. Kaidah
Ibadah
Pembahasan mengenai lembaga Ibadah
berkisar pada soal bersuci ( thaharah )
dan Rukun Islam lainnya yaitu : (1) Syahadat
; (2) Shalat ; (3) Puasa ; (4)
Zakat ; (5) Haji (5)
islam
dibangun di atas lima dasar, yaitu Rukun Islam. Ibarat sebuah rumah, Rukun
Islam merupakan tiang-tiang atau penyangga bangunan keislaman seseorang. Di
dalamnya tercakup hukum-hukum Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia. “Sesungguhnya Islam itu dibangun atas lima perkara: bersaksi
sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan puasa di buIan
Ramadhan” (HR. Bukhari Muslim).
Pilar Islam Kedua: Menegakkan Sholat
Pilar
Islam yang kedua setelah dua kalimat syahadat adalah menegakkan sholat lima
waktu. Bahkan sholat ini adalah pembeda antara seorang yang beriman dan yang
tidak beriman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya yang memisahkan antara seseorang dengan kesyirikan dan
kekufuran adalah meninggalkan sholat.” (HR. Muslim). Oleh karena itu
seorang muslim haruslah memperhatikan sholatnya. Namun sungguh suatu hal yang
sangat memprihatinkan, banyak kaum muslimin di zaman ini yang meremehkan
masalah sholat bahkan terkadang lalai dari mengerjakannya.
Lima
waktu sholat tersebut adalah sholat Zhuhur, sholat Ashar, sholat Magrib, Sholat
Isya dan Sholat Subuh. Inilah sholat lima waktu yang wajib dilakukan oleh
seorang muslim. Mari kita simak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin
Malik, beliau berkata, “Sholat lima waktu diwajibkan pada Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam pada malam Isra Mi’raj sebanyak 50 waktu, kemudian berkurang
sampai menjadi 5 waktu kemudian beliau diseru, “Wahai Muhammad sesungguhnya
perkataan-Ku tidak akan berubah dan pahala 5 waktu ini sama dengan pahala 50
waktu bagimu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Allah subhanahu wa ta’ala juga
berfirman,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ
الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ
كَانَ مَشْهُوداً
“Dirikanlah shalat dari sesudah
matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh.
Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra: 78)
Pada firman Allah,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ
الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
“Dirikanlah shalat dari sesudah
matahari tergelincir sampai gelap malam.”
Terkandung di dalamnya kewajiban
mengerjakan sholat Zuhur sampai dengan Isya kemudian pada firman-Nya,
وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ
الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dan
(dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat).” terkandung di dalamnya perintah
mengerjakan sholat subuh. (Lihat Syarah Aqidah al Wasithiyyah Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Mendirikan
sholat adalah kewajiban setiap muslim yang sudah baligh dan berakal. Adapun
seorang muslim yang hilang kesadarannya, maka ia tidak diwajibkan mengerjakan
sholat berdasarkan hadits dari Ali rodhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam beliau berkata, “Pena diangkat dari tiga golongan,
dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia mimpi dan
dari orang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud No 12,78 dan 4370 Lihat
di Shohih Jami’us Shaghir 3513 ).
Walaupun demikian, wali seorang anak kecil wajib menyuruh anaknya untuk
sholat agar melatih sang anak menjaga sholat lima waktu. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkanlah anak kalian yang sudah
berumur tujuh tahun untuk mengerjakan sholat, dan pukullah mereka agar mereka
mau mengerjakan sholat saat mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah tempat
tidur mereka.” (Hasan, Shahih Jami’us Shaghir 5868, HR. Abu Daud)
Pilar Islam Ketiga: Menunaikan Zakat
Inilah
rukun Islam yang ketiga yaitu menunaikan zakat. Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman,
وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء
وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Allah
subhanahu wa ta’ala juga berfirman ketika mengancam orang-orang yang tidak mau
membayar zakatnya,
وَلاَ
يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ
خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits dari Abu
Hurairoh dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Barang
siapa yang diberikan harta oleh Allah namun dia tidak menunaikan zakatnya pada
hari kiamat dia akan menghadapi ular jantan yang botak kepalanya karena banyak
bisanya dan memiliki dua taring yang akan mengalunginya pada hari kiamat.
Kemudian ular tersebut menggigit dua mulutnya dan berkata, aku adalah harta
simpananmu, aku adalah hartamu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam membaca ayat,
وَلاَ
يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ
خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Pilar Islam Keempat: Berpuasa Pada
Bulan Ramadhan
Inilah rukun islam keempat yang wajib dilakukan oleh seorang muslim yaitu
berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadhan dengan menahan makan,
minum dan berhubungan suami istri serta pembatal lain dari mulai terbit fajar
sampai tenggelamnya matahari. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً
أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ
يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ
لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ شَهْرُ رَمَضَانَ
الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى
وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (yaitu) dalam beberapa hari
yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan , maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 183-185)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Barang siapa yang berpuasa pada bulan
Ramadhan karena beriman dengan kewajibannya dan mengharap pahala dari Allah
maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam
hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah
berfirman, seluruh amal anak cucu Adam adalah untuknya sendiri kecuali puasa.
Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Jika
kalian berpuasa, maka janganlah kalian berbicara kotor atau dengan
berteriak-teriak. Jika ada yang menghina kalian atau memukul kalian, maka
katakanlah “aku sedang berpuasa” sebanyak dua kali. Demi Zat yang jiwa Muhammad
berada di tangan-Nya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah
dibandingkan bau minyak kesturi pada hari kiamat nanti. Orang yang berpuasa
mendapatkan dua kebahagiaan, bahagia ketika berbuka berpuasa dan bahagia dengan
sebab berpuasa ketika bertemu dengan Rabbnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam
hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut dengan pintu Ar Rayyan. Hanya
orang-orang yang sering berpuasa yang akan memasuki pintu tersebut. Mereka
dipanggil, “Mana orang-orang yang berpuasa?” kemudian mereka masuk ke dalamnya
dan orang-orang selain mereka tidak bisa masuk. Jika mereka sudah masuk, maka
tertutup pintu tersebut dan tidak ada lagi yang masuk selain mereka.”
(Muttafaqun ‘alaihi)
Pilar Islam Kelima: Menunaikan Haji
ke Baitullah Jika Mampu
Rukun Islam yang kelima yaitu
menunaikan haji ke Baitullah jika mampu sekali seumur hidup. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman,
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ
الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِي
“Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh, “Umroh
yang satu dengan yang selanjutnya menjadi pelebur dosa di antara keduanya dan
tidak ada pahala yang pantas bagi haji yang mabrur kecuali surga.”
(Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah berkhotbah, “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan pada
kalian ibadah haji, maka berhajilah.” Kemudian ada seorang laki-laki yang
berkata, “Apakah pada setiap tahun wahai Rasulullah?” kemudian beliau terdiam
sampai-sampai laki-laki itu bertanya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau
bersabda, “Seandainya aku katakan Iya, niscaya akan wajib bagi kalian padahal
kalian tidak mampu. Biarkan apa yang aku tinggalkan karena sesungguhnya sebab
kebinasaan orang setelah kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi nabinya.
Jika aku perintahkan satu hal maka lakukan semampu kalian dan jika aku melarang
sesuatu maka jauhilah.” (HR. Muslim).
Apakah yang dimaksud dengan mampu
pada pelaksanaan ibadah haji? Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi menjelaskan bahwa
kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji terkait dengan 3 hal yaitu:
Rukun Islam merupakan landasan
operasional dari Rukun Iman. Belum cukup dikatakan beriman hanya dengan
megerjakan Rukun Islam tanpa ada upaya untuk menegakkannya. Rukun Islam
merupakan training/pelatihan bagi orang mukmin menuju mardhotillah/keridhoan
Allah.
• Syahadat adalah agreement (perjanjian) antara
seorang muslim dengan Allah SWT [7.172]. Seseorang yang telah menyatakan Laa
ilaaha ilallaah berarti telah siap untuk fight (bertarung) melawan segala bentuk
ilah di luar Allah di da1am kehidupannya [29:2].
• Shalat adalah training: sebagai latihan agar
setiap muslim di dalam kehidupannya adalah dalam rangka sujud (beribadah)
kepada Allah [6:162]
• Zakat adalah training, yaitu sebagai latihan
agar menginfakkan hartanya, karena setiap harta seorang muslim adalah milik
Allah.[57:7, 59:7]. “Engkau ambil zakat itu dari orang-orang kaya mereka dan
engkau kembalikan kepada orang-orang fakir mereka” (HR Mutafaqun ‘alahi).
• Shaum adalah training, yaitu sebagai latihan
pengendalian kebiasaan pada jasmani, yaitu makan dan minum dan ruhani, yaitu
hawa nafsu. [2:185]
• Haji adalah training, yaitu sebagai latihan
dalam pengorbanan jiwa dan harta di jalan Allah, mengamalkan persatuan dan
persamaan derajat dengan sesama manusia. [22:27-28] (5)
II BANGUNAN ( BINA’ )
Isi kandungan Diinul Islam yang
kedua merupakan konsep bangunan bagi sendi dasar agama Islam, Konsep bangunan
ini meliputi Sistem system baik system
politik , system perekonomian, system keprajuritan, system akhlak, system
social kemasyarakatan, dan system pengajaran yang kesemuanya memiliki corak
tersendiri yaitu secara Islam sesuai dengan tatanan benih pengetahuan yang
terdapat dalam al Qur’an dan penjabarannya terdapat dalam Sunnah Nabi
A.
Sistem Politik Islam
Al Qur’an dalam Surat Ali Imran [3]
: 159 yang artinya : “ Maka disebabkan
Rakhmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu
bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu ……..” (Qs [3] : 159}
Kedudukan Rasulullah menunjukkan
bahwa beliau memegang kekuasaan Politik
disamping kekuasaan Agama, ketika beliau Hijrah ke Madinan kegiatan yang
beliau lakukan untuk menciptakan kehidupan yang stabil dan harmonis adalah
mempersatukan seluruh penduduk Madinah dalam satu system Social Politik dibawah
kekuasaan beliau yang dikenal dengan perjanjian Madinah. Rasulullah tidak
memaksa kaum Yahudi dan Nasrani untuk memeluk agama Islam, tetapi beliau
menginginkan agar penduduk Madinah menghormati perjanjian yang mereka sepakati,
Setelah Rasul memiliki kekuasaan Politik di Madinah beliau lalu menjalin kesepakatan dengan penduduk Mekkah agar tidak
terjadi perselisihan antar kedua kekuasaan tersebut namun pada perkembangannya
Penguasa Mekah mengingkari perjanjian
yang disepakati sehingga memicu peperangan
A.
1. Pengertian Politik Islam
Politik Islam adalah : “ Suatu cara untuk mempengaruhi anggauta
masyarakat, agar berperilaku sesuai dengan ajaran Allah menurut Sunnah
Rasul-Nya “ pengeritan Politik Islam ini merupakan konsekwensi logis dari
kekuasaan yang mutlak milik Allah bukan oknum, oleh karena itu Politik Islam
berorientasi pada penataan Masyarakat, agar hidup menurut Al Qur’an sebagaimana
dicontohkan oleh Rasul
A.2. Nilai nilai dasar Sistem Politik dalam Islam
Al Quran sebagai sumber ajaran utama
dan pertama agama Islam mengandung
ajaran tentang nilai dasar yang harus diaplikasikan dalam pengembangan system
Politik Islam. Nilai nilai dasar tersebut adalah :
1.
Kemestian mewujudkan kpersatuan dan
kesatuan Umat ( QS Al- Mukminun : 52 )
yang artinya : “ Sesungguhnya (agama tauhid ) ini adalah agama kamu semua,
agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertaqwalah kepada-Ku”
2.
Kemestian bermusyawarah
dalam menyelesaikan masalah ( Qs As-Syura : 38 ; Ali Imran 159 ) : “ ….Sedang
urusan mereka diputuskan dengan
musyawarah antara mereka ……” ( Qs As Syura : 38 )
”
……..dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu ….” (Qs Ali Imran:159)
3.
Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan Hukum secara Adil ( Qs An-Nisa : 58)
“
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan ( menyuruh kamu) apabila menetapkan Hukum diantara manusia supaya
kamu menetapkan denga adil Sesungguhnya Allah member pengajaran yang sebaik
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengan lagi Maha Melihat “ (Qs
An-Nisa : 58 )
Menurut Yusuf al-Qardhawy ayat ini ditujukan pada uli al-amr dan penguasa, agar mereka
memperhatikan amanat dan menetapkan Hukum secara adil, menyia nyiakan amanat
dan keadilan merupakan ancaman yang ditandai dengan kehancuran Ummat dan Negara
sesuai dengan Hadist Nabi : “ Jika amanat disia siakan, maka tunggulah
kehancurannya “ lalu ada yang bertanya pada beliau : “ bagaimana menyia
nyiakannya ? maka beliau menjawab : “ Jika urusan diserahkan kepada bukan
ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya “ ( Hadist riwayat al-Bukhari )
4.
Kemestian mentaati Allah, Rasulullah
dan Uli al-Amr ( pemegang kekuasaan)
Dalam
Al Qur’an surat An-Nisa : 59 disebutkan yang artinya : “ Hai orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri diantara kamu, Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu meka kembalikanlah kepada Allah ( al
Quran) dan Rasul ( sunnahnya) …….” ( Qs.
An-Nisa [4] : 59 )
5.
Keniscayaan mendamaikan konflik
antar kelompok dalam masyarakat Islam (Perdamaian)
Dalam
Al-Quran surat Al Anfal [8] : 61
disebutkan yang artinya : Dan jika
mereka condong kepada perdamaian maka condonglah kepadanya dan bertaqwalah
kepada Allah .Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “
Dalam
al Qur’an Surat al Hujarat :9 juaga
disebutkan yang artinya : “ Dan jika ada dua golongan dari orang orang mukmin
berperang maka damaikanlah antara keduanya …..” (Qs al-Hujarat [49] : 9
6.
Kemestian mempertahankan kedaulatan
Negara dan larangan melakukan agresi dan Invasi
( Qs al-Baqarah : 190 )
Dalam
Surat Al Baqarah : 190 disebutkan yang artinya : “ Dan perangilah di jalan
Allah orang orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui
batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang orang yang melampaui batas “
A.3. Prinsip prinsip Politik Luar
Negeri Islam
Secara ringkas
prinsip Politik Luar Negeri dalam Islam dapat dikemukakan sebagai
berikut :
1.
Saling menghormati fakta fakta dan
traktat-traktat ( Qs[8] : 58 ; Qs [9] : 47 ; Qs[16] :91 ; Qs [17] : 34 )
2.
Kehormatan dan Integrasi
Nasional ( Qs [16] :92 )
3.
Keadilan Universal ( Internasional )
( Qs [5] : 8 )
4.
Menjaga Perdamaian Abadi ( Qs [5] :
61 )
5.
Menjaga kenetralan terhadap Negara
Negara lain ( Qs [4] : 89.90 )
6.
Larangan terhadap exploitasi para
imperialis ( Qs [6] : 92 )
7.
Memberi Perlindungan dan dukungan
pada orang orang Islam yang hidup dinegara lain
(
Qs [8] : 72 )
8.
Bersahabat dengan kekuasaan
kekuasaan Netral ( Qs [60] : 8,9 )
9.
Kehormatan dalam hubungan
Internasional ( Qs [55] : 60 )
10.
Persamaan dan keadilan untuk para
penyerang ( aggressor ) ( Qs [2] : 195 ;
Qs [16] : 126 ; Qs [42] : 40 )
Selain itu system
politik Dalam Negeri menurut Islam dapat
dikemukakan dengan sebuah Asumsi bahwa manusia diciptakan Allah dalam berbangsa bangsa, berbagai suku suku bangsa, dan atau sejenisnya dengan tujuan
agar manusia saling kenal mengenal antara satu dengan yang lain. Dengan
demikian diharapkan tumbuh rasa persaudaraan
dan persamaan serta sikap saling
menghormati antara satu orang golongan
atau bangsa dengan yang lainnya ( Qs [49] : 13 ) (6)
Sistem
Perekonomian
B.1 Difinisi :
1). Sistem ekonomi Islam adalah penyelenggaraan kegiatan
kehidupan perekonomian baik yang berhubungan dengan produksi, konsumsi,
distribusi atau penukaran berlandaskan
pada asas syariat Islam yaitu al Quran dan Sunnah Rasul
2) Prinsip Ekonomi Islam dirumuskan bahwa antara kepentingan
individu dan kepentingan masyarakat memiliki ikatan yang erat karena semata
mata fitrah keduanya yang mengenal asa keselarasan, dan keseimbangan bukan
persaingan sehingga dalam system ekonomi Islam baik individu maupun masyarakat mendapat haknya seadil
adilnya
3) Lembaga ekonomi Islam adalah suatu lembaga yang bergerak
di bidang ekonomi yang berlandaskan pada Syari’at Islam, yang tidak hanya mengutamakan
keuntungan tapi juga meningkatkan kehidupan social masyarakat
4) Zakat adalah mengeluarkan sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak menerima
5) Wakaf adalah bentuk lain dari lembaga ekonomi Islam yang secara etimologi berarti :
memberhentikan atau menahan dan secara terminology berarti menahan harta yang mungkin diambil
manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusak bendanya dan dipergunakan untuk
kebaikan
B.2 Konsep Ekonomi Islam :
Dalam Al Quran Surat Al Baqarah [2] : 188 disebutkan yang artinya : “ wahai orang orang
yang beriman janganlah kamu memakan atau melakukan interaksi keuangan diantara
kamu secara bathil ….. “
Dalam surat yang lain ( Qs al Baqarah [2] : 282
yang artinya : Hai orang orang yang beriman apabila kamu bermu’amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya
……..” ( Konsep utang Piutang )
“ jika kamu dalam perjalanan
( dan bermua’amalah tidak secara tunai ) sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang ( oleh yang
berpiutang ) ………….” ( Qs al Baqarah [2] : 283 )
( konsep Pegadaian )
“ ……. Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan Riba
……orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni
penghuni neraka, mereka kekal didalamnya ( Qs Al Baqarah [2] : 275 ) ( Konsep
Penghalalan jual beli dan Pengharaman Riba )
Kegiatan Ekonomi timbul disebabkan oleh adanya kebutuhan dan
keinginan manusia namun perbedaan manusia dalam memenuhi alat pemuas kebutuhan
dan cara mendistribusikan didasarkan pada filosofi yang berbeda maka timbullah
berbagai bentuk system dan praktek
ekonomi Perbedaan ini tidak terlepas karena adanya pengaruh filsafat,
agama, idiologi dan kepentingan politik yang mendasari penganut system tersebut
B.3
Prinsip Ekonomi Islam
Dalam melaksanakan kegiatan perekonomian Islam meletakan
prinsip prinsip dasar yang harus dipegang teguh oleh pelaku ekonomi antara lain
sebgai berikut :
a.
Pemilik
mutlak dari semua sumber daya adalah Allah, berbagai jenis sumber daya
merupakan anugrah Allah yang diamanahkan kepada manusia untuk memanfaatkanya
sebagai khalifatullah fil ard agar
dimanfaatkan seefisien dan seoptimal mungkin
b.
Islam
menjamin kepemilikan public yang diwakili oleh Negara termasuk industry yang
memenuhi hajat hidup orang banyak. Rasulullah
memberikan tuntunan tentang hal ini dalam sebuah Hadist : Masyarakat
memiliki hak yang sama atas air, padang rumput dan Api
c.
Islam
mengakui kepemilikan pribadi pada batas batas tertentu yaitu sebagai capital
produktif yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
d.
Pandangan
Islam terhadap harta adalah bahwa harta itu titipan Allah dan merupakan
perhiasan yang dapat dinikmati dengan
baik dan terhindar terhindar dari rasa angkuh dan sombong serta kebanggaan
diri, harta adalah bekal ibadah sebagaimana dijelaskan dalam Qs. surat
at-Taubah [ 9] :41 yang artinya : “ Berangkatlah kamubaik dalam keadaan merasa
ringan maupun merasa berat. Dan berjihadlah
dengan harta dan dirimu di jalan Allah “
e.
Pemilikan
harta harus diupayakan melalui usaha atau mata pencaharian yang halaldan sesuai
dengan aturan Allah Qs [62] : 10 yang artinya : “ Apabila sudah ditunaikan
shalat maka bertebaranlah dibumi dan carilah karunia Allah dan perbanyaklah
mengingat Allah agar kamu beruntung “ ( Qs Al- Jumu’ah [62] : 10 )
f.
Semua
harta yang diamanatkan itu akan dimintai pertanggung jawabanya di akhirat kelak
Konsep ini memiliki implikasi yang sangat penting sehubungan dengan kepemilikan asset dan alat produksi. Berdasarkan keyakinan inilah
setiap aktivitas perekonomian setiap muslim harus digerakkan oleh motivasi
impersonal sebagai refleksi tanggung jawab orang beriman
C
Sistem Keprajuritan
Mengutip pendapat sarjana non Muslim Michael H Hart yang
menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad adalah satu satunya manusia paling berpengaruh
di Dunia dan orang yang berhasil secara luar biasa di bidang keagamaan dan
dalam masalah keduniaan, Ia berhasil menegakkan satu diantara agama besar di
dunia, dalam waktu yang bersamaan pula menjadi pemimpin politik yang amat
berhasil selain itu dalam waktu yang relative singkat ( kurang dari 23 th ) Ia
mampu menyatukan masyarakatnya ke dalam satu ikatan keyakinan hanya beriman
kepada Allah Tuhan Yang maha Esa, selain itu di lapangan Kemiliteran Nabi Muhammad
menunjukkan kemampuannya sebagai seorang ahli strategi dan taktik yang ulung
Pengaruh gandanyadi lapangan ukhrawi dan duniawiitu menyebabkan Muhammad harus
didudukkan sebagai manusia paling berpengaruh dalam sejarah
Dalam
mempersiapkan tentara Al Qur’an surat
Al-Anfal [8] : 60 menyebutkan yang artinya : “ Dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda kuda yang ditambat
untuk berperang ( yang dengan persiapan itu ) kamu menggetarkan musuh Allah ……”
Dalam Firman Allah yang lain
disebutkan : “ Hai orang orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah
( kemedan pertempuran ) berkelompok kelompok atau majulah bersama sama “ ( Qs. An-Nisa [4] : 71 )
Jadi dalam Islam terdapat taktik
serta cara persiapan dalam strategi baik perekrutan prajurit maupun sistim
dalam melakukan peperangan dijalan Alla
B.
Sistim Akhlak
Kata akhlak merupakan bentuk jamak
dari kata khuluq Secara Etimologis
berarti : budi pekerti, perangai, tingkah lau, tabi’at. Sedangkan secara
Terminologis Akhlak adalah Ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk,
antara yang terbaik dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir
dan batin
Difinisi akhlak menurut Ibnu
Maskawaih adalah : keadaan gerak jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan
dengan tanpa memerlukan pemikiran. Menurut Al-Ghazali akhlak adalah keadaan
jiwa yang menumbuhkan perbuatan dengan mudah
tanpa perlu berfikir lebih dulu
C.1.
Karakteristik Etika Islam
Berbeda denga etika filsafat , etika
Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a.
Etika Islam mengajarkan dan menuntun
Islam pada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang
buruk
b.
Etika Islam menetapkan bahwa yang
menjadi sumber Moral, ukuran baik buruknya perbuatan didasarkan pada ajaran Allah Swt
c.
Etika Islam bersifat Universal dan
Komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia
disegala waktu dan tempat
d.
Etika Islam mengatur dan mengarahkan
fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia
Mengenai pokok pokok kebajikan Allah
berfirman yang artinya : “ Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat
itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat malaikat, kitab kitab, nabi nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak anak yatim, orang
orang miskin (yang memerlukan pertolongan)
dan orang orang yang meminta minta dan (
memerdekakan ) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang
yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan Mereka itulah orang orang yang
benar ( imannya ) dan mereka itulah orang orang yang bertaqwa “ ( Qs Al Baqarah [2] : 178
Dimensi
kajian akhlak antara lain sebagai berikut :
1.
Akhlak terhadap Allah swt ini melahirkan ilmu Tasauf dan tarekat
tarekat
2.
Akhlak terhadap Makhluk, makhluk hidup baik manusia atau bukan manusia
( flora, fauna ) dan makhluk yang mati ( tanah, air, dsb ) ini melahirkan ilmu
akhlak
Butir butir akhlak sangat banyak
tetapi sebagai contoh beberapa diantaranya sebagai berikut :
Akhlak
terhadap Allah antara lain :
a.
Mencintai Allah melebihi cita
terhadap apa dan siapapun dengan senantiasa mempergunakan Firmannya dalam
al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan
b.
Mencintai Rasul-Nya dengan
mengikutisemua Sunnahnya baik yang berupa perkataan, perbuatan maupun sikap
diamnya tanda setuju
c.
Mencintai dan membenci sesuatu
karena Allah semata
d.
Takut kepada Allah dalam wujud
melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya dsb
Akhlak
terhadap diri sendiri antara lain :
a.
Menjaga kesucian diri, menutup
aurat, Jujur dalam perkataan dan perbuatan
b.
Menepati janji, sabar, rendah hati,
malu berbuat jahat, menjauhi dendam dan
dengki
c.
Berlaku adil terhadap diri sendiri,
menjauhi perkataan sia sia, memaafkan kesalahan dsb
Sebagai
mana Firman Allah yang artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, member pada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan Dia member pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran “ ( Qs.
An-Nahl [16] : 90 )
Akhlak
terhadap keluarga butir butirnya antara lain :
a.
Membina rasa cinta dan kasih sayang
dalam kehidupan keluarga, saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak
masing masing
b.
Berbakti pada orang tua, mendidik
anak anak, merapatkan hubungan silaturahim dsb
Akhlak
terhadap tetangga butir butirnya antara lain :
a.
Saling kunjung mengunjungi, bantu
membantu, beri memberi, hormat menghormati
b.
Saling menghindari pertengkaran dan
permusuhan dsb
Akhlak
terhadap Masyarakat butir butirnya antara lain :
a.
Memuliakan tamu, menghormati nilai
dan norma yang berlaku dalam masyarakat
b.
Tolong menolong dalam melakukan
kebajikan dan taqwa, member makan fakir miskin dan melapangkan kehidupannya
c.
Bermusyawarah dalam segala urusan
yang mengenai kepentingan bersama ( masyarakat)
d.
Mentaati putusan yang telah diambil
bersama, menunaikan amanah dsb
Akhlak
terhadap lingkungan hidup butir butirnya antara lain :
a.
Memelihara dan memanfaatkan alam
terutama Hewani dan nabati , Flora dan fauna yang sengaja Allah ciptakan untuk
kepentingan manusia
b.
Sayang pada sesame makhluk Tuhan,
mencegah perusakan alam mengupayakan kelestarian untuk generasi yang akan
dating dsb
C.
Sistem
Sosial Kemasyarakatan
Secara umum dapat dikatakan bahwa
syaria’at Islam adalah aturan/ hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
Masnusia, dan hubungan manusia dengan alam . Sedangkan fungsi hukum Islam dalam
kehidupan Kemasyarakatan adalah untuk mengatur agar hubungan itu berjalan
dengan baik, menuju keseimbangan hidup manusia antara kehidupan dunia dan
kehidupan akhirat
Al Qur’an dalam Al Hujarat ayat 13
menyebutkan yang artinya : “ Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
bangsa dan ber suku suku supaya kamu saling mengenal, Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal “ ( Qs Al
Hujarat [49] : 13 )
Tentang
Zakat
Dimensi system social yang
terkandung baik dari segi pemberi zakat ( orang yang ber zakat ) maupun dari
sisi orang yang menerima zakat serta dari sudut pandang keduanya dapat dilihat
sebagai berikut :
Dari sisi pemberi zakat Menyuburkan
sifat sifat baik sebagaimana diterangkan dalam Firman Allah Swt yang
artinya : “ Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat iru kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya do’akamu itu ( menjadi ) ketenteraman jiwa bagi
mereka …… “ ( Qs. At-Taubah [9] : 103
Dari sisi penerima zakat :
menghilangkan kesulitan hidup fakir miskin, membantu orang yang berhutang untuk
melunasi hutang hutangnya dsb
Dari kedua belah pihak : Dapat
Mewujudkan persaudaraan dan kasih sayang antara kedua belah pihak
D.
Sistem Pendidikan dan Pengajaran dalan Islam
Pendidikan berasal dari kata dasar
didik yang secara etimologi berarti :memelihara, member pelatihan ( pelajaran
) Pendidikan adalah perbuatan atau cara
member pelatihan atau cara mendidik
Secara Terminologi Pendidikan
berarti usaha sadar dari orang dewasa dalam pergaulan dengan anak anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan
Definisi Pendidikan dalam
Pandangan Islam
Dalam Islam, istilah
pendidikan diyakini berasal dari bahasa Arab yaitu tarbiyah yang
berbeda dengan kata ta’lîm yang berarti pengajaran atau teaching
dalam bahasa Inggris. Kedua istilah (tarbiyah dan ta’lîm)
berbeda pula dengan istilah ta’dzîb yang berarti pembentukan tindakan
atau tatakrama yang sasarannya manusia.
Walaupun belum ada kesepakatan di antara para
ahli, dalam kajian ini yang dimaksud pendidikan Islam adalah al-tarbiyah,
istilah bahasa Arab yang menurut penulis dapat meliputi kedua istilah di atas.
Hal yang sama dikemukakan oleh Azyumardi Azra bahwa pendidikan dengan seluruh
totalitasnya dalam konteks Islam inhern dalam konotasi istilah tarbiyah,
ta’lîm dan ta’dzîb yang harus dipahami secara bersama-sama.
Dari pemaparan diatas dapat kita tarik kesimpulan
bahwa pendidikan Islam berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
sarana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat dan negara sesuai dengan ajaran Islam
Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud sistem
pendidikan adalah sistem pendidikan Islam yaitu suatu kesatuan komponen yang
terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
sesuai dengan ajaran Islam.
Islam memiliki tujuan pendidikan dan pembelajaran
yang jelas yakni sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang/ manusia
mengalami pembelajaran yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi Insan kamil , Tujuan akhir pendidikan
Islam ini dapat dipahami melalui Firman Allah yang artinya : “ Wahai orang orang yang beriman bertaqwalah
kamu kepada Allah dengan sebenar benarnya taqwa ; dan janganlah kamu mati
kecuali dalam keadaan Muslim (menurut ajaran islam ) “ ( Qs [3] Ali Imran : 102 ) (7)
Dalam Islam Orang tua memegang tanggung jawab pertama dan utama dalam mendidik anak anak mereka karena dari merekalah anak anak mula mula menerima pendidikan maka tidak berlebihan apabila Islam memerintahkan agar para orang tua berlaku sebagai kepala dan pemimpin dalam keluarga serta berkewajiban memelihara keluarganya dari api neraka sebagai mana firman Allah yang artinya : “Hai orang orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka……..” ( Qs [ 66] At Tahrim : 6 ) Dan Rasulullah bersabda : “ Tiap bayi dilahirkan dengan fitrah, ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani “
Dalam Ihya Ulumuddin dari Al Ghazali
di sebutkan : “ ketahuilah sesungguhnya anak pada masa awal pertumbuhannya
sangat berpotensi menerima kebenaran tanpa memerlukan adanya bukti, itu merupakan bagian dari fitrah yang telah
digariskan oleh Allah Ta’ala, karenanya ajarkan sedini mungkin pada anak anak
pemahaman akidah supaya mereka mudah
menerima “ (8)
Dalam Al Qur’an juga terdapat petunjuk tentang dakwah antara
lain Firman Allah pada surat al
Kahfi yang artinya : “ Dan bacakanlah
apa yang diwahyukan kepadamu yaitu kitab Tuhanmu (Al Qur’an ) Tidak ada seorangpun yang dapat
merobah kalimat kalimat-Nya Dan kamu tidak akan dapat menemukan, tempat
berlindung selain dari pada Nya “ ( Qs [18] Al Kahfi : 27 )
Mengajar dalam Islam haruslah dengan
lemah lembut hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat Ali Imran : 159 yang
artinya : “ Maka disebabkan rahmat Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka,
sekiranya kamu berlaku keras dan kasar tentulah mereka menjauh dari
sekelilingmu ……….” ( Qs [3] Ali Imran : 159)
Nasihat Lukman pada anaknya dalam Firman Allah yang artinya
: “ Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu,
sesungguhnya seburuk buruk suara ialah
suara keledai “ ( Qs [31] Luqman : 19 ) (9)
Selain dari pada Pengajaran dengan
cara penyampaian lemah lembut, Islam juga menyampaikan pembelajaran dengan
jalan pemberian nasehat sebagaiman nasehat Luqman pada anaknya sebagai mana
tersebut diatas serta masih ada ayat ayat lain tentang nasehat dan dakwah
III PENDUKUNG
DAN PENOPANG ( MUSYYIDAT )
Selain Fondasi / Landasan berupa asas yakni Akidah ( Pegangan hidup) dan
Ibadah serta Bangunan ( Bina) berupa Syari’ah
( Jalan hidup ) dan system system yang ada didalanya serta akhlak ( Sikap Hidup ) maka terdapat
pula pendukung dan penopang untuk sempurnanya sebuah bangunan Islam itu dapat
berdiri Pedukung ini
mencakup perbuatan Jihad dan Amar
ma’kruf nahi munkar
A Jihad
Firman Allah yang berkaitan dengan
seruan berjihad antara lain :
Artinya :“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan
orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang
Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap)
orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban
sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi)
jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka
kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada
perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(QS [ 8] Al-Anfal: 72)
Kutipan ayat di atas merupakan salah satu ayat
yang berbicara tentang jihad. Secara sederhana ayat tersebut dapat dipahami
bahwa jihad dalam kontek ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan
harta milik pribadi bukan dengan cara merampok harta orang lain, jiwa sendiri,
memberikan fasilitas untuk kepentingan dan kemaslahatan banyak orang,
memberikan pelayanan dan mengayomi orang yang dalam sedang membutuhkan dan
sebagainya. Dengan begitu, makna jihad sesungguhnya sangatlah dalam dan luas
tidak hanya terkait dengan masalah perang melawan musuh. Yang disebutkan
terakhir hanyalah bahagian dari jihad yang dimaksud.
Padahal, bilamana dilihat dari akar bahasanya
berasal dari kata juhd atau jahd. Kata juhd berarti kesungguhan
dalam bekerja. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata jihad diartikan dalam
tiga bentuk, yaitu; usaha dengan segala
daya upaya untuk mencapai kebaikan; usaha sungguh-sungguh membela agama Islam
dengan mengorbankan harta benda, jiwa dan raga; perang suci melawan orang kafir
untuk mempertahankan agama Islam. Makna jihad menurut bahasa ini kadang
berupa aktivitas fisik, baik menggunakan senjata atau tidak; kadang dengan
menggunakan harta benda dan kata-kata; kadang-kadang berupa dorongan sekuat
tenaga untuk meraih target tertentu; dan sejenisnya. Makna jihad secara bahasa
ini lebih bersifat umum, yaitu kerja keras.
Dalam Al Quran sendiri kata jihad dengan segala
derivasinya terdapat sekitar 30 kali dalam berbagai surat dan ayat yang
maknanya sangat kontekstual. Menurut Raghib al-Isfahani, ahli bahasa Al Quran,
berpendapat bahwa kata jihad bermakna
berjuang melawan musuh nyata, berjuang
melawan setan dan berjuang melawan nafsu. Dalam konteks ini ibn Qayyim
al-Jauziyah, pakar hukum Islam, juga membagi jihad itu kepada empat macam,
yaitu; jihad terhadap nafsu, jihad terhadap setan, jihad terhadap orang kafir
dan jihad terhadap orang-orang munafik. Seiring dengan pendapat kedua ulama di
atas, Imam as-Suyuthi mengemukakan bahwa jihad terbagi dalam beberapa bentuk,
yang kesemuanya bermuara pada material, pikiran dan fisik
.
Jihad yang selanjutnya adalah dengan cara
berperang di jalan Allah (al-qital fi sabilillah). Berperang dalam Islam adalah
alternatif terakhir bilamana tidak mungkin lagi dilakukan
diplomasi. Kebolehan melakukan perang dalam hal ini bukan untuk bersikap
represif tetapi adalah dalam kerangka untuk mempertahankan dan membela diri
serta melindungi komunitas masyarakat. Meski dibolehkan dalam ranah yang
terpaksa harus dilakukan tidak boleh dilakukan secara membabi buta, tetapi
terdapat norma-norma yang tidak boleh dilanggar seperti anak-anak, wanita dan
orang tua tidak boleh dijadikan sasaran. Dalam hal ini juga termasuk memisahkan
ibu dengan anak-anaknya. Begitu juga tempat-tempat ibadah lawan tidak dirusak
dan diporakporandakan.
Dalam kaitan berperang Firman Allah dalam al
Qur’an mengatakan yang artinya : “ Telah diizinkan ( berperang ) bagi orang
orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya , Dan sesungguhnya
Allah benar benar Maha Kuasa menolong mereka itu “ ( Qs [22] Al Hajj : 39
)
Bentuk jihad yang lain adalah menghindari
kemafsadatan dan kemudharatan. Kemaslahatan haruslah mesti didahulukan daripada
kemudharatan. Dalam bentuk ini termasuk pemenuhan kebutuhan bahan pokok pangan,
sandang, dan papan. Tentu, tannggungjawab pertama berada di pundak negara yang
perwujudan dari kontrak sosial yang secara tidak langsung telah disepakati.
Pemenuhan kebutuhan yang dimaksud harus dikelola secara adil tanpa mengandung
diskriminasi kepada siapapun.
A.
AMAR
MA'RUF DAN NAHI MUNKAR
Menurut Muhammad
Izzah Dirwazah pengertian dari ma’ruf Artinya
: Ma’ruf itu segala sesuatu yang
dikenal baik, bahwa ia patut, baik dan
bermamfaat dari akhlaq,
kebiasaan dan semua amal yang
kembali faidah dan
mamfaatnya pada diri sendiri dan
masyarakat umum.
Sedangkan pengertian dari pada munkar yakni :Munkar itu adalah segala sesuatu yang dikenal jahat, membahayakan orang dan perbuatan jelek baik dari segi akhlaq dan kebiasaan, dan segala amal kembali bencana dan bahayanya atas diri sendiri dan masyarakat pada umumnya.
Berangkat dari definisi diatas maka pengertian amar ma’ruf berarti menyerukan kepada kebajikan, yaitu mengajak, menghimbau, memerintahkan, menyuruh atau menuntut dilakukannya segala perbuatan yang baik menurut syariat Islam dan mendekatkan pelakunya kepada Allah Swt
Sedangkan pengertian dari pada munkar yakni :Munkar itu adalah segala sesuatu yang dikenal jahat, membahayakan orang dan perbuatan jelek baik dari segi akhlaq dan kebiasaan, dan segala amal kembali bencana dan bahayanya atas diri sendiri dan masyarakat pada umumnya.
Berangkat dari definisi diatas maka pengertian amar ma’ruf berarti menyerukan kepada kebajikan, yaitu mengajak, menghimbau, memerintahkan, menyuruh atau menuntut dilakukannya segala perbuatan yang baik menurut syariat Islam dan mendekatkan pelakunya kepada Allah Swt
.
Sedangkan nahi munkar
berarti mencegah perbuatan munkar, yaitu mencegah, melarang,
menjauhkan, menentang, mengancam, melawan, menegur atau menyudahi
terjadinya segala perbuatan yang buruk menurut syariat Islam dan menjauhkan pelakunya dari Allah swt Amar Ma’kruf Nahi Munnkar merupakan salah satu prinsip Islam tentang hidup bermasyarakat dan bernegara Amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan salah satu tugas yang harus diemban oleh masyarakat muslim baik secara individu maupun kelompok, sebagaimana firman Allah SWT yang Artinya :
menjauhkan, menentang, mengancam, melawan, menegur atau menyudahi
terjadinya segala perbuatan yang buruk menurut syariat Islam dan menjauhkan pelakunya dari Allah swt Amar Ma’kruf Nahi Munnkar merupakan salah satu prinsip Islam tentang hidup bermasyarakat dan bernegara Amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan salah satu tugas yang harus diemban oleh masyarakat muslim baik secara individu maupun kelompok, sebagaimana firman Allah SWT yang Artinya :
“
Dan hendaklah ada diantara kamu
segolongan umat yang menyeru pada kebajikan , menyuruh pada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang orang yang beruntung “ (Qs [3] Ali Imran : 104 )
Dari
ayat diatas jelas bahwa salah satu dari kewajiban seorang muslim adalah
mengajak kepada kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah dari kemunkaran (nahi
munkar). Bahkan Rasulullah SAW lebih tegas menyampaikan hal tersebut dan beliau
mengingatkan kita akan akibat apabila kita meninggalkan amar ma'ruf dan nahi
munkar tersebut, yaitu Allah SWT akan mengirim kepada mereka azab.
Pemikiran amar ma'ruf dan nahi
munkar adalah bagian dari hadhoroh Islam dan syari'at Islam, dia tidak bebas
nilai, melainkan harus merujuk kepada sumber Al-Quran dan Sunnah Raulullah baik
dari segi tujuan, cara, sistem maupun segala sesuatu yang terkait dengannya.
Amar ma'ruf nahi munkar memiliki problem utama menegakkan syari'at Islam yang
rahmatan lil'alamin.
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Akidah Islamiyah
berawal dari Keyakianan adanya
dzat Yang Maha Mutlak yang disebut Allah, Pembahasannya berkisar pada Rukun
Iman intinya adalah Tauhid yang
merupakan fondasi dalam Diinul Islam
2. Bangunan
Islam ( Bina ) berupa Syari’at yang
artinya menurut Imam Syafi’i adalah : peraturan peraturan lahir yang bersumber pada wahyu dan kesimpulan
kesimpulan yang dapat dianalisa dari wahyu itu mengenai tingkah laku
manusia
Syariat merupakan jalan hidup
bagi orang muslim oelh karena itu dalam keilmuannya melahirkan sistem sistem baik sistem Hukum,
Politik, Ekonomi, Sosial, Pendidikan dsb yang kesemuanya berlandaskan Islam
3. Pendukung dan Penopang ( Musyyidat ) adalah pelengkap dari kesempurnaan Diinul
Islam yaitu Jihad dan amar ma’ruf nahi munkar
Sidoharjo
Ngreco Weru
Ali Muh Daud,
Agama Islam , Jakarta Penerbit
UNTAR Th 1992
Depag Al
Qur’an Tarjamah ( revisi terbaru ) Semarang, CV Asy Syifa, 1999
Dep Dik Nas, Kamus
Pelajar Bahasa Indonesia, Jakarta
Pusat Bahasa, 2006
Djaelani Husnan, Islam Integral membangun kepribadian Islami, Perpustakaan
Nasional,2008
Fad-ur M Rahman Ansari, Konsepsi
Masyarakat Islam Modern, Bandung Penerbit Risalah 1984
Imam Al Ghazali, Ihya Ullumuddin, Jakarta. Penerbit Akbar Th 2008
Internet
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara 2009