Psikologi Perkembangan ( Anak )
Pendahuluan
Anak usia dini adalah anak yang sedang
berada dalam rentang usia 0-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang
berada dalam proses perkembangan. Perkembangan anak merupakan proses perubahan
perilaku dari tidak matang menjadi matang, dari sederhana menjadi kompleks, suatu
proses evolusi manusia dari ketergantungan menjadi makhluk dewasa yang mandiri.
Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai
tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek : gerakan, berpikir, perasaan, dan
interaksi baik dengan sesama maupun dengan benda-benda dalam lingkungan
hidupnya.
Proses pendidikan bagi anak usia 0-6
tahun dapat ditempuh tempat penitipan anak, kelompok bermain, di taman
kanak-kanak atau radiathul anfal. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan yang
ditujukan untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran agar anak dapat
mengembangkan potensi-potensinya sejak dini sehingga anak dapat berkembang
secara wajar sebagai seorang anak. Melalui suatu proses pembelajaran sejak usia
dini, diharapkan anak tidak saja siap
untuk memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut, tetapi yang lebih utama agar
anak memperoleh rangsangan-rangsangan fisik-motorik, intelektual, sosial, dan
emosi sesuai dengan tingkat usianya.
Membantu proses pengembangan berbagai
aspek perkembangan anak perlu diawali dengan pemahaman tentang perkembangan
anak, karena perkembangan anak berbeda dengan perkembangan anak remaja atau
orang dewasa. Anak memiliki karakteristik tersendiri dan anak memiliki dunianya
sendiri. Untuk mendidik anak usia dini, perlu dibekali pemahaman tentang dunia
anak dan bagaimana proses perkembangan anak. Dengan pemahaman ini diharapkan
para pendidik anak usia dini memiliki pemahaman yang lebih baik dalam
menentukan proses pembelajaran ataupun perlakuan pada anak yang dibinanya.
Karakteristik Anak
Pandangan orang atau para ahli
pendidikan tentang anak cenderung berubah dari waktu ke waktu, dan berbeda satu
sama lain sesuai dengan landasan teori yang digunakannya. Ada yang memandang
anak sebagai makhluk yang sudah
terbentuk oleh bawaannya, atau memandang anak sebagai makhluk yang dibentuk
oleh lingkungannya. Ada ahli lain yang menganggap anak sebagai miniatur orang dewasa, dan ada pula
yang memandang anak sebagai individu yang berbeda total dari orang dewasa.
Beberapa ahli dalam bidang pendidikan
dan psikologi memandang periode usia dini merupakan periode yang penting yang
perlu mendapat penanganan sedini mungkin. Maria Montessori (Elizabeth B.
Hurlock, 1978:13) berpendapat bahwa usia 3-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak,
yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan
sehingga tidak terhambat perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara
pada periode ini tidak terlewati maka anak akan mengalami kesukaran dalam kemampuan
berbahasa untuk periode selanjutnya.
Masa-masa sensitif anak pada usia ini
menurut Montessori mencakup sensitivitas terhadap keteraturan lingkungan,
mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, berjalan, sensitivitas
terhadap obyek-obyek kecil dan detail, serta terhadap aspek-aspek sosial
kehidupan.
Erik
H. Erikson (Helms & Turner, 1994:64)
memandang periode usia 4-6 tahun
sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan
prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat,
didengar dan dirasakan. Jika anak tidak
mendapat hambatan dari lingkungannya, maka anak akan mampu mengembangkan
prakarsa, dan daya kreatifnya, dan hal-hal
yang produktif dalam bidang yang disenanginya. Guru yang selalu
menolong, memberi nasehat, dan membantu mengerjakan sesuatu padahal anak dapat
melakukannya sendiri, menurut Erikson dapat membuat anak tidak mendapatkan
kesempatan untuk berbuat kesalahan atau belajar dari kesalahan.
Froebel (Roopnaire, J.L & Johnson, J.E., 1993:56) berpendapat bahwa
masa anak merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, dan merupakan
masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life). Oleh karenanya masa
anak sering dipandang sebagai masa emas
(golden age) bagi
penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental
bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang
sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang. Menurut
Froebel, jika orang dewasa mampu menyediakan suatu “taman” yang dirancang
sesuai dengan potensi dan bawaan anak, maka anak akan berkembang secara wajar.
Anak usia dini adalah sosok individu yang
sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan sangat pesat dan sangat
fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak memiliki dunia dan karakteristik
tersendiri yang jauh berbeda dari dunia dan karakteristik orang dewasa. Anak
sangat aktif, dinamis, antusias dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang
dilihat dan didengarnya, seolah-olah tak pernah berhenti untuk belajar.
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Istilah pertumbuhan dan perkembangan
seringkali digunakan seolah-olah keduanya mempunyai pengertian yang sama,
karena menunjukan adanya suatu proses perubahan tertentu yang mengarah kepada
kemajuan. Padahal sesungguhnya istilah pertumbuhan dan perkembangan ini
mempunyai pengertian yang berbeda.
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai
perubahan yang bersifat kuantitatif, sebagai akibat dari adanya pengaruh luar
atau lingkungan. Pertumbuhan mengandung arti adanya perubahan dalam ukuran dan
struktur tubuh sehingga lebih banyak menyangkut perubahan fisik.
Selain dari pengertian di atas,
pertumbuhan dapat didefinisikan pula sebagai perubahan secara fisiologis
sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung
secara normal pada diri individu yang sehat dalam fase-fase tertentu. Hasil
dari pertumbuhan ini berupa bertambah panjang tulang-tulang terutama lengan dan
tungkai, bertambah tinggi dan berat badan serta makin bertambah sempurnanya
susunan tulang dan jaringan syaraf. Pertumbuhan ini akan terhenti setelah
adanya maturasi atau kematangan pada diri individu.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan
adalah suatu perubahan fungsional yang bersifat kualitatif, baik dari
fungsi-fungsi fisik maupun mental sebagai hasil keterkaitannya dengan pengaruh
lingkungan.
Perkembangan dapat juga dikatakan
sebagai suatu urutan-urutan perubahan yang bersifat sistematis, dalam arti
saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara aspek-aspek fisik dan
psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Contoh,. anak diperkenalkan
bagaimana cara memegang pensil, membuat huruf-huruf dan diberi latihan oleh
orang tuanya. Kemampuan belajar menulis akan mudah dan cepat dikuasai anak
apabila proses latihan diberikan pada saat otot-ototnya telah tumbuh dengan
sempurna, dan saat untuk memahami bentuk huruf telah diperoleh. Dengan demikian
anak akan mampu memegang pensil dan membaca bentuk huruf.
Selain itu perubahan juga bersifat
progresif, yang berarti bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat
dan mendalam baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Contoh, perubahan
pengetahuan dan kemampuan anak dari yang bersifat sederhana berkembang ke arah yang
lebih kompleks
Berkesinambungan merupakan ciri lain dari
perubahan yang terjadi, artinya perubahan itu berlangsung secara beraturan atau
berurutan, tidak bersifat meloncat-loncat atau karena unsur kebetulan. Contoh,
agar anak mampu berlari maka sebelumnya anak harus mampu berdiri dan merangkak
terlebih dahulu.
Melalui belajar anak akan berkembang,
dan akan mampu mempelajari hal-hal yang baru. Perkembangan akan dicapai karena
adanya proses belajar, sehingga anak memperoleh pengalaman baru dan menimbulkan
perilaku baru.
Dari uraian pengertian perkembangan di
atas perlu disadari bahwa pertumbuhan fisik mempengaruhi perkembangan psikis
individu, karena pada suatu saat tertentu kedua istilah ini dapat digunakan
secara bersamaan. Dengan kata lain, perkembangan merupakan hasil dari
pertumbuhan, pematangan fungsi-fungsi fisik, pematangan fungsi-fungsi psikis
dan usaha belajar.
Prinsip-prinsip Perkembangan Anak
Perkembangan individu berlangsung
sepanjang hayat, dimulai sejak masa pertemuan sel ayah dengan ibu (masa
konsepsi) dan berakhir pada saat kematiannya. Perkembangan individu bersifat
dinamis, perubahannya kadang-kadang lambat, tetapi bisa juga cepat, berkenaan
dengan salah satu aspek atau beberapa aspek perkembangan. Perkembangan tiap
individu juga tidak selalu seragam, satu sama lain berbeda baik dalam tempo
maupun kualitasnya.
Dalam perkembangan individu dikenal
prinsip-prinsip perkembangan sebagai berikut :
1.
Perkembangan
berlangsung seumur hidup dan meliputi semua aspek. Perkembangan bukan hanya berkenaan dengan aspek-aspek tertentu tetapi
menyangkut semua aspek. Perkembangan aspek tertentu mungkin lebih terlihat
dengan jelas, sedangkan aspek yang lainnya lebih tersembunyi. Perkembangan
tersebut juga berlangsung terus sampai akhir hayatnya, hanya pada saat tertentu
perkembangannya lambat bahkan sangat lambat, sedangkan pada saat lain sangat
cepat. Jalannya perkembangan individu itu berirama dan irama perkembangan
setiap anak tidak selalu sama.
2.
Setiap anak
memiliki kecepatan (tempo) dan kualitas perkembangan yang berbeda. Seorang anak mungkin mempunyai kemampuan berpikir dan
membina hubungan sosial yang sangat tinggi dan tempo perkembangannya dalam segi
itu sangat cepat, sedang dalam aspek lainnya seperti keterampilan atau estetika
kemampuannya kurang dan perkembangannya lambat. Sebaliknya, ada anak yang
keterampilan dan estetikanya berkembang pesat sedangkan kemampuan berpikir dan
hubungan sosialnya agak lambat.
3.
Perkembangan
secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola tertentu. Perkembangan sesuatu segi didahului atau mendahului segi
yang lainnya. Anak bisa merangkak sebelum anak bisa berjalan, anak bisa meraban
sebelum anak bisa berbicara, dan sebagainya.
4.
Perkembangan
berlangsung secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit. Secara normal perkembangan itu berlangsung sedikit demi
sedikit tetapi dalam situasi-situasi tertentu dapat juga terjadi
loncatan-loncatan. Sebaliknya dapat juga terjadi kemacetan perkembangan
aspek tertentu.
5.
Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat
umum menuju ke yang lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi.
Perkembangan dimulai dengan dikuasainya kemampuan-kemampuan yang bersifat umum,
seperti kemampuan memegang dimulai dengan memegang benda besar dengan kedua
tangannya, baru kemudian memegang dengan satu tangan tetapi dengan kelima
jarinya. Perkembangan berikutnya ditunjukkan
dengan anak dapat memegang dengan beberapa jari, dan akhirnya menggunakan
ujung-ujung jarinya.
6.
Secara normal
perkembangan individu mengikuti seluruh fase, tetapi karena faktor-faktor khusus, fase tertentu dilewati secara cepat,
sehingga nampak ke luar seperti tidak melewati fase tersebut, sedangkan fase
lainnya diikuti dengan sangat lambat, sehingga nampak seperti tidak berkembang.
7.
Sampai
batas-batas tertentu, perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat atau
diperlambat. Perkembangan dipengaruhi oleh
faktor pembawaan dan juga faktor lingkungan. Kondisi yang wajar dari pembawaan
dan lingkungan dapat menyebabkan laju perkembangan yang wajar pula.
Kekurangwajaran baik yang berlebih atau berkekurangan dari faktor pembawaan dan
lingkungan dapat menyebabkan laju perkembangan yang lebih cepat atau lebih
lambat.
8.
Perkembangan
aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan aspek lainnya. Perkembangan kemampuan sosial berkembang sejajar dengan
kemampuan berbahasa, kemampuan motorik sejajar dengan kemampuan pengamatan dan
lain sebagainya.
9.
Pada saat-saat
tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda dengan
wanita. Pada usia 12-13 tahun, anak wanita
lebih cepat matang secara sosial dibandingkan dengan laki-laki. Fisik laki-laki
umumnya tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Laki-laki lebih kuat
dalam kemampuan inteleknya sedangkan wanita lebih kuat dalam kemampuan
berbahasa dan estetikanya.
Tugas-tugas Perkembangan Masa Kanak-kanak
Tugas perkembangan merupakan suatu tugas
yang muncul dalam suatu periode tertentu dalam kehidupan individu. Tugas
tersebut harus dikuasai dan diselesaikan oleh individu, sebab tugas
perkembangan ini akan sangat mempengaruhi pencapaian perkembangan pada masa
perkembangan berikutnya.
Pada beberapa bulan pertama dari
kelahirannya, aspek yang memegang peranan penting dari bayi adalah sekitar
mulutnya. Mulut bukan hanya alat untuk makan dan minum, tetapi juga alat
komunikasi dengan dunia luar. Bayi mendapatkan beberapa pengalaman dan rasa
senang melalui sentuhan-sentuhan dengan mulutnya. Baru selanjutnya dengan mata,
telinga dan tangan yang berperan sebagai alat penghubung dengan dunia luar.
Dengan berpusat pada mulut, dibantu dan dilengkapi dengan alat-alat indera dan
anggota badan, bayi mengadakan hubungan dan belajar tentang dunia sekitar.
Melalui interaksi dengan menggunakan alat tersebut dengan lingkungannya, bayi
memperoleh kesan dan memahami lingkungannya.
Pada tahun kedua, seorang bayi telah
mulai belajar berdiri sendiri, di samping ketergantungannya yang masih sangat
besar terhadap orang tuanya. Bayi berusaha memecahkan beberapa permasalahan
yang dihadapinya. Hal ini sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan
kepribadiannya. Pada tahun berikutnya anak mulai dapat mengontrol cara-cara
buang air, dan ia juga mulai mengadakan eksplorasi terhadap lingkungannya.
Pada tahun keempat dan kelima, anak
sudah mencapai kesempurnaan dalam melakukan gerakan seperti berjalan, berlari,
meloncat dan sebagainya. Gerakan-gerakan ini sangat berperan sekali dalam
perkembangan selanjutnya. Pada akhir masa kanak-kanak, anak bukan saja mencapai
kesempurnaan dalam gerakan-gerak fisik, tetapi juga telah menguasai sejumlah
kemampuan intelektual, sosial bahkan moral.
Beberapa tugas perkembangan yang muncul
dan harus dikuasai oleh anak pada masa ini adalah :
1.
Belajar
berjalan. Pada usia sekitar satu tahun,
tulang dan otot-otot bayi telah cukup kuat untuk melakukan gerakan berjalan. Berjalan
merupakan puncak dari perkembangan gerak pada masa bayi.
2.
Belajar
mengambil makanan. Makanan merupakan kebutuhan
biologis utama pada manusia. Dengan diawali oleh kemampuan mengambil dan
memakan sendiri makanan yang dibutuhkannya, bayi telah memulai usaha memenuhi
sendiri kebutuhan hidupnya.
3.
Belajar
berbicara. Bicara merupakan alat berpikir
dan berkomunikasi dengan orang lain. Melalui tugas ini anak mempelajari
bunyi-bunyi yang emngandung arti dan berusaha mengkomunikasikannya dengan
orang-orang di sekitarnya. Melalui penguasaan akan tugas ini anak akan
berkembang pula kecakapan sosial dan intelektualnya.
4.
Belajar
mengontrol cara-cara buang air. Pengontrolan
cara buang air bukan hanya berfungsi menjaga kebersihan, tetapi juga menjadi
indikator utama kemampuan berdiri sendiri, pengendalian diri dan sopan santun.
Anak yang sudah menguasai cara-cara buang air dengan baik, termasuk tempat dan
pemeliharaan kebersihannya, pada tahap selanjutnya akan mampu mengendalikan
diri dan bersopan santun.
5.
Belajar
mengetahui jenis kelamin. Dalam
masyarakat akan selalu ditemui individu dengan jenis kelamin pria atau wanita,
walaupun ada juga yang berkelainan. Anak harus mengenal jenis-jenis kelamin ini
baik ciri-ciri biologisnya maupun sosial kulturalnya serta peranan-peranannya.
Pengenalan tentang jenis kelamin sangat penting bagi pembentukan peranan
dirinya serta penentuan bentuk perlakuan dan interaksi baik dengan jenis
kelamin yang sama maupun berbeda dengan dirinya.
6.
Menguasai
stabilitas jasmaniah. Pada masa
bayi, kondisi fisiknya sangat labil dan peka, mudah sekali berubah dan kena
pengaruh dari luar. Pada akhir masa kanak-kanak, ia harus memiliki jasmani yang
stabil, kuat, sehat, seimbang agar mampu melakukan tuntutan-tuntutan
perkembangan selanjutnya.
7.
Memiliki
konsep sosial dan fisik walaupun masih sederhana. Anak hidup dalam lingungan fisik dan sosial tertentu. Agar dapat hidup
secara wajar dan menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari
lingkungannya, anak dituntut memiliki konsep-konsep sosial dan fisik yang
sesuai dengan kemampuannya. Anak harus sudah mengetahui apa itu binatang,
manusia, rumah, baik, jahat dan lain-lain.
8.
Belajar
hubungan sosial yang baik dengan orang tua,
serta orang-orang dekat lainnya, karena akan selalu berhubungan dengan orang
lain, baik dalam keluarganya maupun di lingkungannya, maka ia dituntut untuk
dapat membina hubungan baik dengan orang-orang tersebut. Anak dituntut dapat
menggunakan bahasa yang tepat dan baik, bersopan santun.
9.
Belajar
membedakan mana yang baik dan tidak baik serta pengembangan hati nurani. Pergaulan hidup selalu berisi dan berlandaskan moral.
Sesuai dengan kemampuannya anak dituntut telah mengetahui mana perbuatan yang
baik dan mana yang tidak baik. Lebih jauh ia dituntut untuk melakukan perbuatan
yang baik dan menghindarkan perbuatan yang tidak baik. Diharapkan
kebaikan-kebaikan ini menjadi bagian dari hati nuraninya.
Karakteristik
Aspek Perkembangan Anak
1.
Perkembangan motorik
Seiring dengan perkembangan fisik yang
beranjak matang, perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan
baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau
aktivitas. Anak cenderung menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang cukup gesit
dan lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar
keterampilan yang berkaitan dengan motorik, seperti menulis, menggambar,
melukis, berenang, main bola dan atletik.
Perkembangan fisik yang normal merupakan
salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan
maupun keterampilan. Dengan kata lain, perkembangan motorik sangat menunjang
keberhasilan belajar anak nanti di sekolah dasar. Pada masa usia ini,
kematangan perkembangan motorik umumnya sudah mulai dicapai, karena itu anak
sudah mulai siap untuk menerima kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan.
2.
Perkembangan intelektual
Intelektual merupakan salah satu aspek
yang harus dikembangkan pada anak. Intelektual sering kali disinonimkan dengan
kognitif, karena proses intelektual banyak berhubungan dengan berbagai konsep
yang telah dimiliki anak dan berkenaan dengan bagaimana anak menggunakan
kemampuan berfikirnya dalam memecahkan suatu persoalan.
Dalam kehidupannya mungkin saja anak
dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang menuntut adanya pemecahan.
Menyelesaikan suatu persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri
anak. Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan, anak perlu memiliki kemampuan
untuk mencari cara penyelesaiannya.
Faktor kognitif mempunyai peranan
penting bagi keberhasilan anak dalam belajar, karena sebahagian besar aktivitas
dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berfikir. Kedua
hal ini merupakan aktivitas kognitif yang perlu dikembangkan.
Piaget merupakan tokoh Psikologi
Kognitif yang memandang anak sebagai partisipan aktif di dalam proses
perkembangan. Piaget menyakini bahwa anak harus dipandang seperti seorang
ilmuwan yang sedang mencari jawaban dalam upaya melakukan eksperimen terhadap
dunia untuk melihat apa yang terjadi. Misalnya anak ingin tahu apa yang terjadi
bila anak mendorong piring keluar dari meja. Hasil dari eksperimen miniatur
anak menyebabkan anak menyusun “teori” tentang bagaimana dunia fisik dan sosial
beroperasi.
Anak membangun teori berdasarkan
eksperimen yang dilakukannya. Saat anak menemukan benda atau peristiwa baru,
anak berupaya untuk memahaminya berdasarkan teori yang telah dimilikinya.
Perkembangan
intelektual atau perkembangan kognitif dapat dipandang sebagai suatu perubahan
dari suatu keadaan seimbang ke dalam keseimbangan baru. Setiap tahap
perkembangan kognitif mempunyai bentuk keseimbangan tertentu sebagai fungsi
dari kemampuan memecahkan masalah pada tahap itu. Ini berarti penyeimbangan
memungkinkan terjadinya transformasi dari bentuk penalaran sederhana ke bentuk
penalaran yang lebih kompleks sampai mencapai keadaan terakhir yang diwujudkan
dengan kematangan berfikir orang dewasa.
Para ahli psikologi perkembangan
mengakui bahwa pertumbuhan itu berlangsung secara terus menerus dan mengikuti
suatu tahapan perkembangan. Piaget melukiskan urutan perkembangan kognitif ke
dalam empat tahap yang berbeda secara kualitatif yaitu : (a) tahap
sensorimotorik (lahir – 2 tahun), (b)
tahap praoperasional (2 - 7 tahun), (d) tahap operasional konkrit (7 -11 tahun)
dan (d) tahap operasional formal ( 11 - 16 tahun). Dari setiap tahapan
itu urutannya tidak berubah-ubah. Semua anak akan melalui ke empat tahapan
tersebut dengan urutan yang sama. Hal ini terjadi karena masing-masing tahapan
berasal dari pencapaian tahap sebelumnya. Tetapi sekalipun urutan kemunculan
itu tidak berubah-ubah, tidak menutup kemungkinan adanya percepatan untuk
melewati tahap-tahap itu secara lebih dini di satu sisi dan terhambat di sisi
lainnya.
3.
Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan sarana berkomunikasi
dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk
berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan,
lisan, isyarat atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang,
gambar atau lukisan. Dengan bahasa semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama
manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama.
Pada usia 1 tahun, selaput otak untuk
pendengaran membentuk kata-kata, mulai saling berhubungan. Anak sejak usia 2
tahun sudah banyak mendengar kata-kata atau memiliki kosa kata yang luas.
Gangguan pendengaran dapat membuat kemampuan anak untuk mencocokkan suara
dengan huruf menjadi terlambat.
Bahasa anak mulai menjadi bahasa orang
dewasa setelah anak mencapai usia 3 tahun. Pada saat itu ia sudah mengetahui
perbedaan antara saya, kamu dan kita.
Pada usia 4-6 tahun kemampuan berbahasa
anak akan berkembang sejalan dengan rasa ingin tahu serta sikap antusias yang
tinggi, sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan dari anak dengan kemampuan
bahasanya. Kemampuan berbahasa juga akan terus berkembang sejalan dengan
intensitas anak pada teman sebayanya. Hal ini mengimplikasikan perlunya anak
memiliki kesempatan yang luas dalam menentukan sosialisasi dengan
teman-temannya. Dengan memperlihatkan suatu minat yang meningkat terhadap
aspek-aspek fungsional bahasa tulis, ia senang mengenal kata-kata yang menarik
baginya dan mencoba menulis kata yang sering ditemukan. Anak juga senang
belajar menulis namanya sendiri atau kata-kata yang berhubungan dengan sesuatu
yang bermakna baginya.
Antara usia 4 dan 5 tahun, kalimat anak
sudah terdiri dari empat sampai lima kata. Mereka juga mampu menggunakan kata
depan seperti di bawah, di dalam, di atas dan di samping. Mereka lebih banyak
menggunakan kata kerja daripada kata benda.
Antara 5 dan 6 tahun, kalimat anak sudah
terdiri dari enam sampai delapan kata. Mereka juga sudah dapat menjelaskan arti
kata-kata yang sederhana, dan juga mengetahui lawan kata. Mereka juga dapat
menggunakan kata penghubung, kata depan dan kata sandang.
Pada masa akhir usia prasekolah anak
umumnya sudah mampu berkata-kata sederhana dan berbahasa sederhana, cara bicara
mereka telah lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun
masih melakukan kesalahan berbahasa.
4. Perkembangan Sosial
Perilaku sosial merupakan aktivitas
dalam berhubungan dengan orang lain, baik dengan teman sebaya, guru, orang tua
maupun saudara-saudaranya. Di dalam hubungan dengan orang
lain, terjadi peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna dalam kehidupannya yang dapat membantu
pembentukan kepribadiannya.
Sejak kecil anak telah belajar cara
berperilaku sosial sesuai dengan harapan orang-orang yang paling dekat
dengannya, yaitu dengan ibu, ayah, saudara, dan anggota keluarga yang lain. Apa
yang telah dipelajari anak dari lingkungan keluarganya turut mempengaruhi pembentukan perilaku sosialnya.
Perilaku yang ditunjukkan anak dapat
berbeda tergantung dengan siapa anak berhadapan. Johnson (1975:82)
mengungkapkan bahwa anak berperilaku
dalam suatu kelompok berbeda dengan perilakunya dalam kelompok lain. Perilaku
anak dalam kelompok juga berbeda dengan
pada waktu anak sendirian.
Menurut Johnson, kehadiran orang lain dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap-tiap anak. Perbedaan ini dapat
terjadi karena beberapa faktor, yaitu: persepsi anak yang menjadi anggota
kelompok, lingkungan tempat terjadinya interaksi dan pola kepemimpinan yang
berlaku.
Menurut
Dini P. Daeng S (1996:114) ada empat faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi, yaitu :
a. Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang di
sekitarnya dari berbagai usia dan latar
belakang.
Semakin
banyak dan bervariasi pengalaman dalam bergaul dengan orang-orang di
lingkungannya, maka akan semakin banyak pula hal-hal yang dapat dipelajarinya,
untuk menjadi bekal dalam meningkatkan keterampilan sosialisasi tersebut.
b.
Adanya minat
dan motivasi untuk bergaul
Semakin banyak pengalaman yang menyenangkan
yang diperoleh melalui pergaulan dan aktivitas sosialnya, minat dan motivasi
untuk bergaul juga akan semakin berkembang. Keadaan ini memberi peluang yang
lebih besar untuk meningkatkan keterampilan sosialnya.
c. Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang
biasanya menjadi “model” bagi anak.
Walaupun kemampuan sosialisasi ini dapat
pula berkembang melalui cara “coba-salah” (trial and error) yang dialami
oleh anak, melalui pengalaman bergaul atau dengan “meniru” perilaku orang lain
dalam bergaul, tetapi akan lebih efektif bila ada bimbingan dan pengajaran yang
secara sengaja diberikan oleh orang yang dapat dijadikan “model” bergaul yang
baik bagi anak.
d. Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki
anak.
Dalam berkomunikasi dengan orang lain,
anak tidak hanya dituntut untuk
berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat difahami, tetapi juga dapat
membicarakan topik yang dapat dimengerti dan menarik bagi orang lain yang
menjadi lawan bicaranya.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978:228)
untuk menjadi orang yang mampu
bersosialisasi memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat
berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan. Kegagalan dalam satu proses
akan menurunkan kadar sosialisasinya. Ketiga proses sosialisasi tersebut adalah
:
a. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial.
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi
para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat besosialisasi
anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka
juga harus menyesuaikan perilakunya
dengan patokan yang dapat diterima.
b.
Memainkan peran
sosial yang dapat diterima.
Setiap kelompok sosial mempuyai
pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan
dituntut untuk dipatuhi. Sebagai contoh, ada peran yang telah disetujui bersama
bagi orang tua dan anak serta ada pula peran yang telah disetujui bersama bagi
guru dan murid. Anak dituntut untuk
mampu memainkan peran-peran sosial yang diterimanya.
c.
Perkembangan sikap sosial.
Untuk
bersosialisasi dengan baik anak-anak harus menyenangi orang dan kegiatan sosial. Jika mereka dapat melakukannya,
mereka akan berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota
kelompok sosial tempat mereka bergaul.
Pola perilaku sosial menurut Elizabeth.
B. Hurlock (1978:239) terbagi atas dua
kelompok, yaitu pola perilaku sosial dan pola perilaku tidak sosial. Pola
perilaku yang termasuk dalam perilaku sosial adalah mampu bekerja sama, dapat
bersaing secara positif, mampu berbagi pada yang lain, memiliki hasrat terhadap
penerimaan sosial, simpati, empati, mampu bergantung secara positif pada orang
lain, bersikap ramah, tidak mementingkan diri sendiri, mampu meniru hal-hal
positif, dan memiliki perilaku kelekatan (attachment behavior) yang
baik. Sedangkan perilaku yang tidak sosial ditandai dengan negativisme, agresi,
pertengkaran, mengejek dan menggertak, sok berkuasa, egosentrisme, berprasangka
dan antagonisme jenis kelamin.
Hubungan antara anak dengan teman sebaya
merupakan bagian dari interaksi sosial yang dilakukan anak dengan lingkungan
sekolah dan lingkungan masyarakatnya. Anak-anak perlu belajar memperoleh
kepuasan yang lebih banyak dari kehidupan sosial bersama teman sebayanya.
Proses pembelajaran dalam kelompok sebaya merupakan proses pembelajaran
“kepribadian sosial” yang sesungguhnya. Anak-anak belajar cara-cara mendekati
orang asing, malu-malu atau berani, menjauhkan diri atau bersahabat, anak
belajar memberi dan menerima., belajar berteman dan bekerja. Ia belajar
bagaimana memperlakukan teman-temannya, ia belajar apa yang disebut dengan
bermain jujur.
Pergaulan sosial merupakan pengalaman
hidup yang kaya dan alami bagi anak sehingga dapat mendorong segenap aspek
perkembangan anak secara lebih terintegrasi dan menyeluruh.
5. Perkembangan Emosi
Emosi
merupakan suatu keadaan atau perasaan yang bergejolak pada diri individu yang
disadari dan diungkapkan melalui wajah atau tindakan, yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari
dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan
individu.
Kemampuan untuk bereaksi secara
emosional sudah ada sejak bayi dilahirkan. Gejala pertama perilaku emosional
dapat dilihat dari keterangsangan umum terhadap suatu stimulasi yang kuat.
Keterangsangan yang berlebih-lebihan dapat tercermin dalam aktivitas yang
banyak yang ditunjukkan oleh bayi. Keterangsangan umum pada bayi yang baru
lahir dapat dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan tentang
kesenangan dan ketidaksenangan.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978:79)
reaksi yang menyenangkan pada bayi dapat diperoleh dengan cara mengubah posisi
tubuh secara tiba-tiba, membuat suara keras, atau membiarkan bayi menggunakan
popok yang basah. Rangsangan ini menimbulkan reaksi emosional berupa tangisan
dan aktivitas yang kuat. Sebaliknya, reaksi emosional yang menyenangkan dapat
tampak jelas tatkala bayi menetek pada ibunya.
Dengan meningkatnya usia anak, reaksi
emosional anak mulai kurang menyebar, dan dapat lebih dibedakan. Misalnya, anak
menunjukkan reaksi ketidaksenangan hanya dengan menjerit dan menangis, kemudian
reaksi mereka berkembang menjadi perlawanan, melempar benda, mengejangkan
tubuh, lari menghindar, bersembunyi dan mengeluarkan kata-kata. Dengan
bertambahnya usia, reaksi emosional yang berwujud kata-kata semakin meningkat,
sedangkan reaksi gerakan otot mulai berkurang.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978:94)
emosi anak memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :
a.
Emosi yang kuat
Anak
kecil bereaksi terhadap suatu stimulusi dengan intensitas yang sama, baik
terhadap situasi yang remeh maupun yang sulit. Anak belum mampu menunjukkan
reaksi emosional yang sebanding terhadap stimulasi yang dialaminya.
b.
Emosi seringkali tampak
Anak-anak
seringkali tidak mampu menahan emosinya, cenderung emosi anak nampak dan bahkan
berlebihan.
c.
Emosi bersifat sementara
Emosi
anak cenderung lebih bersifat sementara, artinya dalam waktu yang relatif
singkat emosi anak dapat berubah dari marah kemudian tersenyum, dari ceria
berubah menjadi murung.
d.
Reaksi emosi mencerminkan individualitas
Semasa
bayi, reaksi emosi yang ditunjukkan anak relatif sama. Secara bertahap, dengan
adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai
emosi anak semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari ke luar dari
ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis
atau menjerit.
e.
Emosi berubah kekuatannya
Dengan
meningkatnya usia, emosi anak pada usia tertentu berubah kekuatannya. Emosi
anak yang tadinya kuat berubah menjadi lemah, sementara yang tadinya lemah
berubah menjadi emosi yang kuat. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan
dorongan, perkembangan intelektual dan perubahan minat dan sistem nilai.
f. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
Emosi
yang dialami anak dapat pula dilihat dari gejala perilaku anak seperti :
melamun, gelisah, menangis, sukar berbicara atau dari tingkah laku yang gugup
seperti menggigit kuku atau menghisap jempol
Pada umumnya anak kecil lebih emosional
daripada orang dewasa karena pada usia ini anak masih relatif muda dan belum
dapat mengendalikan emosinya. Pada usia 2-4 tahun, karakteristik emosi anak
muncul pada ledakan marahnya atau temper
tantrums (Elizatbeth. B. Hurlock, 1978). Untuk menampilkan rasa tidak
senangnya, anak melakukan tindakan yang berlebihan, misalnya menangis,
menjerit-jerit, melemparkan benda, berguling-guling, memukul ibunya atau
aktivitas besar lainnya. Pada usia ini anak tidak memperdulikan akibat dari
perbuatannya, apakah merugikan orang lain atau tidak, selain dari itu, pada
usia ini anak lebih bersifat egosentris.
Pada usia 5-6 tahun, emosi anak mulai
matang. Pada usia ini anak mulai menyadari akibat-akibat dari tampilan
emosinya. Anak mulai memahami perasaan orang lain, misalnya bagaimana perasaan
orang lain bila disakiti, maka anak belajar mengendalikan emosinya.
Ekspresi emosi pada anak mudah berubah
dengan cepat dari satu bentuk ekspresi ke bentuk ekspresi emosi yang lain. Anak
dalam keadaan gembira secara tiba-tiba dapat langsung berubah menjadi marah
karena ada sesuatu yang dirasakan tidak menyenangkan, sebaliknya apabila anak
dalam keadaan marah, melalui bujukan dengan sesuatu yang menyenangkan bisa
berubah menjadi riang.
Ekspresi emosi yang baik pada anak dapat
menimbulkan penilaian sosial yang menyenangkan, sedangkan ekspresi emosi yang
kurang baik seperti cemburu, marah, atau takut dapat menimbulkan penilaian
sosial yang tidak menyenangkan. Anak yang bersikap seperti itu akan dijauhi
teman, dinilai sebagai anak yang cengeng, pemarah, atau julukan-julukan lain. Penilaian yang
diperoleh anak dari lingkungannya dapat membentuk konsep diri negatif, dan pada
akhirnya anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia dini
Kreativitas menjadi suatu aspek penting
yang harus dikembangkan pada diri anak, karena tidak ada satu anakpun yang
lahir tanpa kreativitas. Kreativitas sama ibaratnya dengan inteligensi, setiap
anak memiliki kreativitas tetapi hanya tingkatannya yang berbeda-beda.
Kreativitas dengan inteligensi mempunyai perbedaan. Menurut teori Guilford
mengenai Structure of Intellect (SOI), inteligensi lebih menyangkut cara
berfikir konvergen (memusat) sedangkan kreativitas berkenaan dengan cara
berfikir divergen (menyebar).
Kreativitas perlu dikembangkan sejak
anak masih kecil, terlebih karena sifat anak yang memiliki rasa ingin tahu dan
antusias yang kuat terhadap segala sesuatu. Anak memiliki sikap berpetualang (adventurousness) yang kuat. Anak akan
banyak memperhatikan, membicarakan atau bertanya tentang berbagai hal yang
sempat dilihat atau didengarnya. Minatnya yang kuat untuk mengobservasi
lingkungan dan benda-benda di sekitarnya dapat menunjang perkembangan
kreativitas pada diri anak itu sendiri.
Jika kita ingin tahu apa artinya kreatif
pada anak, maka kita dapat mengamati perilaku sehari-hari anak. Anak dalam
perilakunya mencerminkan ciri-ciri kreatif, mereka memiliki apa yang disebut
“kreativitas alamiah”. Beberapa ciri perilaku yang mencerminkan kreativitas
alamiah anak usia dini yaitu :
1.
Anak senang
menjajaki lingkungannya, mengamati dan memegang segala sesuatu, mendekati
segala macam tempat atau sudut seakan-akan mereka haus akan pengalaman. Rasa ingin
tahu anak terhadap segala sesuatu sangat besar.
2.
Anak senang
melakukan eksperimen. Hal ini nampak dari perilaku anak yang senang mencoba-coba dan melakukan
hal-hal yang sering membuat orang tua atau guru keheranan dan tidak jarang pula
merasa tidak berdaya menghadapi tingkah laku anak seperti senang
membongkar-bongkar barang atau alat permainan.
3.
Anak senang
mengajukan berbagai pertanyaan yang terkadang orang tua atau guru tidak mampu
menjawabnya. Anak seolah-olah merasa tidak pernah puas untuk berbagai jawaban
yang diberikan.
4.
Anak selalu
ingin mendapatkan pengalaman-pengalaman baru, ia senang melakukan/mencoba
berbagai hal. Senang “berpetualang” nampaknya merupakan salah satu ciri anak
usia dini, anak terbuka terhadap rangsangan-rangsangan baru.
5.
Anak memiliki
sifat spontan dan cenderung menyatakan pikiran dan perasaannya sebagaimana
adanya, tanpa adanya hambatan.
6.
Anak jarang
menunjukkan rasa bosan, selalu ingin melakukan sesuatu.
7.
Anak memiliki
daya imajinasi yang tinggi
Kreativitas perlu dipupuk sedini mungkin
karena usia dini merupakan masa yang sangat subur untuk mengembangkan
kreativitas anak, dan usia dini merupakan masa yang kritis untuk perkembangan
kreativitas dan proses-proses intelektual lainnya. Proses-proses mental yang
dikembangkan pada usia ini akan menjadi bagian menetap dari individu dan akan
mempunyai dampak terhadap perkembangan intelektual selanjutnya. Perkembangan
dini dari berpikir, sikap dan perilaku kreatif akan membentuk dasar yang kuat bagi
prestasi orang dewasa dalam ilmu, teknologi dan seni, maupun untuk menikmati
hidup secara lebih mendalam. Selain itu, melalui pengembangan kreativitas,
aspek-aspek perkembangan lainnya pada diri anak juga dapat terkembangkan.
Untuk membantu mengembangkan kemampuan
kreatif pada anak usia usia dini, ada beberapa strategi yang dapat digunakan,
yaitu :
1.
Pengembangan kreativitas melalui penciptaan produk (karya
nyata)
Dalam menciptakan suatu karya nyata, anak tidak
saja menuangkan kemampuan kreatifnya tetapi juga menggunakan kemampuan
kognitifnya. Ketika anak akan menciptakan suatu karya tertentu, anak akan
menggunakan imajinasinya untuk mencoba sesuatu yang baru bagi dirinya baik
berupa benda atau bangunan tertentu. Ketika anak menciptakan suatu karya tertentu
terjadi proses internalisasi antara imajinasi dan kemampuan kreatifnya. Karya
nyata anak dapat berupa sesuatu yang baru bagi dirinya atau merupakan inovasi
dari karya-karya yang sudah ada, dan setiap anak akan menunjukkan bentuk karya
yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan daya imajinasinya.
2. Pengembangan kreativitas melalui
imajinasi
Imajinasi
merupakan suatu kemampuan berpikir divergen yang dimiliki anak yang dilakukan
tanpa batas, seluas-luasnya dan bersifat multi perspektif dalam merespon suatu
stimulasi. Dengan berimajinasi anak dapat mengembangkan kemampuan daya pikir
dan daya ciptanya tanpa dibatasi kenyataan dan realitas sehari-hari, anak bebas
berpikir sesuai pengalaman dan khayalannya. Imajinasi dapat membantu kemampuan
berpikir fluency, fleksibility dan originality pada anak.
Dalam
permainan imajinasi, anak dapat memperagakan suatu situasi, memainkan perannya
dengan cara tertentu, memainkan peran seseorang dan menggantinya bila tidak
cocok atau membayangkan suatu situasi yang tidak pernah mereka alami.
Pengembangan kretivitas melalui
eksplorasi
Eksplorasi
merupakan suatu kegiatan permainan yang dilakukan dengan cara menjelajahi atau
mengunjungi suatu tempat atau lingkungan untuk mempelajari sesuatu. Kegiatan eksplorasi bagi anak usia dini
merupakan suatu upaya belajar mengelaborasi dan menggunakan kemampuan analisis
sederhana dalam mengenal suatu objek. Anak dilatih untuk mengamati benda dengan
seksama, memperhatikan setiap bagian dari objek tertentu serta mengenal cara
hidup dan cara kerja objek tersebut.
Melalui kegiatan eksplorasi anak dapat
memiliki wawasan informasi yang lebih luas dan nyata, menumbuhkan rasa ingin
tahu yang lebih mendalam, dan memperjelas pengetahuan yang telah dimilikinya.
Melalui penjelajahan alam sekitar, anak
dapat mengenal berbagai makhluk, warna, bentuk, bau, rasa, bunyi atau ukuran.
Melalui alam anak juga dapat membuat peniruan alam sesuai imajinasi dan
kemampuannya.
3.
Pengembangan kreativitas melalui eksperimen
Eksperimen merupakan suatu kegiatan yang
dapat mendorong kemampuan kreativitas, kemampuan berpikir logis, senang
mengamati, meningkatkan rasa ingin tahu, dan kekaguman terhadap alam, ilmu
pengetahuan dan Tuhan.
Melalui
eksperimen, anak belajar mengetahui cara atau proses terjadinya sesuatu,
mengapa sesuatu dapat terjadi, bagaimana anak dapat menemukan solusi terhadap
permasalahan yang ada dan bagaimana anak menemukan manfaat dari kegiatan yang
dilakukannya.
Pertanyaan tentang “Apa itu?”,
“Bagaimana sesuatu bisa terjadi”, atau “Apa yang harus dilakukan agar hal
tersebut dapat berubah”, merupakan suatu pertanyaan yang dapat disampaikan
kepada anak dalam kegiatan eksperimen.
4.
Pengembangan kreativitas melalui proyek
Kegiatan proyek merupakan salah satu
pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak pada persoalan
sehari-hari yang harus dikerjakan secara kelompok. Dalam kelompok, masing-masing anak belajar mengatur diri
sendiri agar dapat membina persahabatan, berperan serta dalam kegiatan, memecahkan permasalahan yang dihadapi
kelompok dan bekerjasama.
Melalui
kegiatan proyek, anak mendapat kesempatan untuk mengekspresikan pola berpikir,
keterampilan dan kemampuannya untuk memaksimalkan sejumlah permasalahan yang
dihadapi mereka sehingga anak memiliki peluang untuk berkreasi dan
mengembangkan diri.
Bentuk kegiatan proyek yang dapat
dilakukan anak antara lain : mempersiapkan pesta sekolah, membangun sarang
burung, mempersiapkan perayaan ulang tahun, hari kemerdekaan, dan sebagainya.
5.
Pengembangan kreativitas melalui musik
Musik
merupakan aktivitas kreatif. Seorang anak yang kreatif tampak dari rasa ingin
tahu, sikap ingin mencoba dan daya imajinasinya. Dengan bermain melalui musik,
dapat melatih kepekaan rasa dan emosi anak, melatih mental untuk mencintai
keselarasan, keharmonisan, keindahan dan kebaikan, serta kecintaan terhadap
musik.
6.
Pengembangan kreativitas melalui bahasa
Bahasa adalah
kemampuan untuk mengekpresikan apa yang dialami dan dipikirkan oleh anak dan
kemampuan untuk menangkap pesan dari lawan bicara. Dengan berbahasa anak dapat berkomunikasi dan
bersosialisasi dengan anak lainnya. Dengan berbahasa juga dapat dikembangkan
kemampuan kreativitas melalui kegiatan mendongeng, menceritakan kembali kisah
yang telah diperdengarkan, berbagi pengalaman, sosiodrama atau mengarang cerita
dan puisi. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut anak dapat mengembangkan
kreativitasnya.
Penutup
Anak merupakan aset bangsa yang
perlu ditumbuhkembangkan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui
pembelajaran yang ditempuh anak khususnya di taman kanak-kanak merupakan modal
utama untuk menghantarkan dirinya menjadi manusia yang berguna di kemudian
hari.
Proses pembelajaran yang tidak
tepat diberikan pada anak tidak saja akan menghambat pencapaian tujuan
pendidikan tetapi juga akan menghantarkan anak pada kondisi kehidupan yang
lebih menyulitkan.
Setiap anak memiliki potensi atau kemampuan yang
berbeda-beda. Pendidik tidak bisa memaksakan kehendak pada anak bilamana anak
tidak mampu untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, pembelajaran yang diberikan
pada anak perlu senantiasa memperhatikan aspek-aspek perkembangan dan potensi
yang dimiliki anak, agar anak dapat berkembang secara optimal.
Daftar Pustaka
Bredekamp, Sue & Copple, Carol. (1997). Developmentally
Appropriate Practice in Early Childhood Programs. Washington : NAEYC.
Hadis, F.A.
(1996). Psikologi Perkembangan Anak.
Jakarta : Proyek Pendidikan Tenaga Guru Ditjen Dikti Depdikbud.
Havighurst,
Robert, J. (1961). Human Development and
Education. New York : Longmans Green and Co
Helms, D. B
& Turner, J.S. (1983). Exploring
Child Behavior. New York : Holt Rinehartand Winston.
Hildebrand, Verna. (1986). Introduction to Early
Childhood Education, 4 th, ed. New York : Mac Millan Publishing
Co.
Hurlock,
Elizabeth. B. (1978). Child Development,
Sixth Edition.New York : Mc. Graw Hill, Inc.
Kartono,
Kartini. (1986). Psikologi Anak.
Bandung : Alumni.
Maxim,
George. W. (1985). The Very Young Guiding
Children from Infancy through the Early Years, Second Edition.California :
Wodsworth Publishing Company.
Munandar,
Utami, (1995). Dasar-dasar Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat,
Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud.
Rachmawati,
Yeni, & Kurniati, Euis. (2003). Strategi Pengembangan Kreativitas Anak
Taman Kanak-kanak. Jakarta. Dikti.
Roopnaire, J. L & Johnson, J.E. (1993). Approaches to Early Childhood, Education,
2nd Edition. New York : Merril.
Santrock,
J.W, & Yussen, S.R. (1992). Child
Development, 5 th Ed. Dubuque, IA, Wm, C.Brown.
Seifert l.K.
& Hafftong, J. R. (1991). Child &
Adolescent Development, Second Edition. Boston : Houghton Mifflin Co.
Solehuddin, M. (1997). Konsep Dasar Pendidikan
Prasekolah. Bandung : FIP UPI.
Spodek,
Bernard. (1993). Handbook of Research on
the Education of Young Children. New York : MacMillan Publishing Company.
Sukmadinata,
Nana S. (1995). Psikologi Pendidikan. Bandung.
Vasta R
& Haith, M.M & Miller, S. A. (1992). Child Psychology The Modern Science. Canada : John Wiley &
Sons, Inc.
Yusuf,
Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda
Karya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar