Senin, 05 Desember 2011


I.                  KOGNISI BARU DALAM PEMBELAJARAN

1.      KONSEP-KONSEP DASAR PSIKOLOGI KOGNITIF

A.    Definisi Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Proses ini meliputi bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Pengetahuan itu dimunculkan kembali sebagai petunjuk dalam sikap dan perilaku manusia. Oleh karena itu, psikologi kognitif juga disebut psikologi pemrosesan informasi.

B.     Peran Psikologi Kognitif

Di dalam dunia psikologi, mempelajari psikologi kognitif sangat diperlukan, karena :
1.      Kognisi adalah proses mental atau pikiran yang berperan penting dan mendasar bagi studi-studi psikologi manusia.
2.      Pandangan psikologi kognitif banyak mempengarui bidang-bidang psikologi yang lain. Misalnya pendekatan kofnitif banyak digunakan di dalam psikologi konseling, psikologi konsumen dan lain-lain.
3.      Melalui prinsip prinsip kognisi, seseorang dapat mengelola informasi secara efisien dan terorganisasikan dengan baik.

C.    Faktor-Faktor Pendorong Berkembangnya Psikologi Informasi

Beberapa faktor pendorong berkembangnya psokologi informasi antara lain :
1.      Penurunan popularitas psikologi behaviorisme karena psikologi tidak dapat menerangkan tingkah laku manusia secara komplek
2.      Perkembangan konsep tentang kemampuan berbahasa yang dimiliki manusia.
3.      Munculnya teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget (ahli psikologi dari Swiss).

 Piaget mengemukakan beberapa hukum-hukum tentang kognitif, yaitu :
1.      Setiap orang punya aspek kognitif, yang terdiri dari aspek-aspek struktural intelektual.
2.      Perkembangan kognitif adalah hasil interaksi dari kematangan organisme dan pengaruh lingkungan.
3.      Proses kognitif itu meliputi aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol-simbol, penalaran dan pemecahan persoalan.
4.      Dalam psikologi kognitif, bahasa menjadi salah satu objek yang penting, karena merupakan perwujudan sikap kognitif.
5.      Sisi-sisi kognitif dipengaruhi oleh lingkungan dan biologis

Aspek kognitif

1.      Kematangan → Semakin bertambahnya usia, maka semakin bijaksana seseorang.
2.      Pengalaman → hasil interaksi dengan orang lain.
3.      Transmisi sosial → hubungan sosial dan komunikasi yang sesuai dengan lingkungan.
4.      Equilibrasi → perpaduan dari pengalaman dan proses transmisi sosial.



Ada 2 sistem yang mengatur kognitif

1.      Skema → antar sistem yang terpadu dan tergabung
2.      Adaptasi, terdiri dari Asimilasi dan Akomodasi.
o    Asimilasi terjadi pada objek yang meliputi biologis (refleksi, keterbatasan kemampuan dll) dan kognitif  (menggabungkan sesuatu yang sudah diperoleh)
o    Akomodasi terjadi pada subjek yang mengandung perkembangan pendekatan pemrosesan informasi, pendekatan ini berasal dari ilmu komunikasi dan komputer.

2. KONSEP-KONSEP DASAR PSIKOLOGI KOGNITIF BERKAITAN DENGAN INFORMASI

Ada dua konsep dasar psikologi kognitif, yaitu kognisi dan pendekatan kognitif.

a.   Kognisi

Dalam istilah kognisi, maka psikologi kognitif dipandang sebagai cabang psikologi yang mempelajari proses-proses mental atau aktivitas pikiran manusia, misalnya proses-proses persepsi, ingatan, bahasa, penalaran dan pemecahan masalah.

Contoh-contoh yang berkaitan dengan informasi :
1.      Proses-proses  persepsi
Ada seorang karyawan baru yang bekerja di suatu perusahaan yang tingkat profesionalismenya kurang. Di situ, baik karyawan yang rajin maupun yang malas mendapat gaji yang sama. Setelah lama beradaptasi di kantor itu, karyawan beru tersebut memiliki persepsi bahwa dia tidak perlu bekerja dengan sungguh-sungguh karena tidak akan berpengaruh pada gajinya.

2.      Ingatan
Kemampuan mengingat informasi dari membaca tentunya akan lebih lama dari hanya sekedar mendengar. Karena dengan membaca, pikiran / otak kita akan bekerja lebih keras untuk memahami dan menyimpan informasi tersebut. Sedangkan dengan mendengar, kita hanya mengandalkan telinga, asalkan kita hafal. Bahkan kadang-kadang tanpa pemahaman.

3.      Bahasa
Informasi akan lebih mudah kita pahami dan kita mengerti, apabila bahasa yang digunakan sesuai dengan bahasa kita, maka informasi itu akan lebih maksimal kita gunakan. Karena otak / pikiran kita mampu mencerna inti informasi tersebut.

4.      Penalaran
Seseorang yang memiliki penalaran secara baik akan dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut, tidak hanya dari satu sisi saja. Tapi dapat diperoleh dari bagian lain, karena suatu masalah biasanya yang hanya memiliki indikasi.

5.      Persoalan
Sikap dan perilaku manusia dapat mencerminkan masalah yang sedang dihadapi. Sikap dan perilaku ini, apabila digabungkan dengan informasi yang sudah ada, maka dapat menciptakan suatu solusi.



b. Pendekatan Kognisi

Sebagai suatu pendekatan maka psikologi kognitif dapat dipandang sebagai cara tertentu di dalam mendekati berbagai fenomena psikologi manusia. Konsep ini menekankan pada peran-peran persepsi, pengetahuan, ingatan, dan proses-proses berpikir bagi perilaku manusia.

Contoh yang berkaitan dengan informasi

1.      Peran-Peran persepsi
Orang yang berpersepsi / berpikir bahwa kegagalan adalah sukses yang tertunda, dia akan selalu berusaha untuk mencoba lagi, walaupun dia ridak tahu kapan dia akan berhasil. Karena dipikirannya semakin dia mencoba, semakin banyak informasi yang didapat, maka tingkat kesalahan dapat diminimalisir / dihindari. Hal ini menjadikannya sebagai pribadi yang sabar dan ulet.

2.      Pengetahuan
Orang yang banyak pengetahuan, biasanya lebih mengerti dan dapat mengelola informasi dengan cepat, karena dia tahu bagaimana cara mendapatkan informasi yang cepat, tepat, murah dan efisien.

3.      Proses-Proses Berpikir
Jenjang pendidikan, lingkungan sekitar serta cara hidup mempengaruhi proses-proses dan pola berpikir kita. Orang yang berpendidikan tinggi, hidup di lingkungan berpendidikan dan cara hidup yang modern, biasanya akan mencari suatu informasi dengan cara yang berbasis teknologi yang lebih cepat dan praktis. Ini karena mereka telah dibentuk menjadi pribadi yang modern dengan cara berpikir yang cepat.



II.               TEORI-TEORI KONTEMPORER

Pembelajaran teori kontemporer adalah pembelajaran berdasarkan teori belajar konstruktivisme. Pembelajaran berfungsi membekali kemampuan siswa mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan dalam belajar. Sesuai dengan prinsip belajar teori konstruktivisme, maka dalam pembelajarannya nampak ada pergeseran fungsi guru dan buku sumber sebagai sumber informasi. Guru lebih berfungsi membekali kemampuan siswa dalam menyeleksi informasi yang dibutuhkan.

Menerapkan Pembelajaran “Student-centered learning strategies”.

Pembelajaran konstruktivisme mengkritisi konsep pembelajaran yang selama ini, belajar mengajar dalam arti cenderung berpusat pada subjek belajar. Pengajar dan siswa sama-sama aktif, siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pengajar sebagai fasilitator. Bentuk pembelajaran “student-centered” dilaksanankan melalui belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning dan problem-based learning.
Model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme mencakup pembelajaran kontekstual dan kuantum.

1. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Dirancang dan dilaksanakan berdasarkan landasan filosofis konstruktivisme, yaitu suatu filosofis belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang dikembangkan oleh John Dewey pada awal abad 20  . Pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan 7 komponen utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan dan penilaian sebenarnya.

a. Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir yang dipergunakan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Dalam pandangan konstruktivis, “strategi memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan :
  1. menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa
  2. memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
  3. menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

b. Menemukan

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CLT (contextual Learning and Teaching). Siklus inkuiri : observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri) :
  • Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun), Bagaimanakah silsilah raja-raja majapahit? (sejarah), Bagaimanakah cara melukiskan suasana menikmati ikan bakar di tepi pantai kendari? (bahasa Indonesia), ada beberapa jenis tumbuhan menurut bentuk bijinya? ( biologi), kota mana saja yang termasuk kota besar Indonesia? (geografi)
  • Mengamati atau melakukan observasi membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung, mengamati,  dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek yang diamati
  • Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya 
  • Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain : bertanya jawab dengan teman memunculkan ide-ide baru, melakukan refleksi, menempelkan gambar, karya tulis, peta, dan sejenisnya di dinding kelas, dinding sekolah, majalah dinding, majalah sekolah, dsb.
c. Bertanya

Questioning (bertanya) merupakan strategi tahap pembelajaran yang berbasis CLT. bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, dan mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

d. Masyarakat belajar
Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CLT, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok yang anggotanya bersifat heterogen. Misalnya ahli internet, sablon dan sebagainya. “Masyarakat belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. “seorang guru yang mengajari siswanya” bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari oleh guru yang datang dari arah siswa. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi bila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari

e. Permodelan
Maksudnya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa di tiru. model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar.

f. Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu siswa mengedepankan apa yang baru di pelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pengetahuan yang bermakna di peroleh dari proses. Pengetahuan yang di miliki siswa di perluas melalui konteks pembelajaran, kemudian sedikit demi sedikit bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi.

g. Penilaian yang sebenarnya
Penilaian adalah proses pengumpulan data yang memberikan gambaran perkembangan siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu di ketahui oleh guru agar bisa memastikan siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasi siswa mengalami kemacetan belajar maka guru segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar karena gambaran tentang kemajuan belajar diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode pembelajaran tetapi di lakukan bersama secara integral tidak terpisah dari kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang benar di tekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (Learning How To Learn) bukan di tekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran karena assesment menekankan pada proses pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses bukan melulu hasil.

2.      Model Pembelajaran Kuantum

Pengertian Quantum Teaching dapat di pahami melalui tiga hal yaitu :

  • Quantum berarti interaksi yang berarti mengubah energi menjadi cahaya. Teaching berarti pembelajaran, untuk menghilangkan kesan “dominasi” tugas guru terhadap siswa, dan memberikan “pengakuan” lebih terhadap kemampuan siswa untuk belajar dengan bantuan dan bimbingan guru (Rusda Kto Sutadi, 1996:10). Jadi Quantum Teaching atau pembelajaran kuantum adalah pembelajaran yang mengorkestrasikan berbagai interaksi yang berada di dalam dan di sekitar momen belajar, sehingga kemampuan dan bakat alamiah siswa berubah menjadi cahaya (kemampuan aktual)
  • Percepatan belajar, berarti menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan sengaja seperti menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara efektif Penyajian, dan keterlibatan aktif.
  • fasilitasi, merujuk pada implementasi strategi yang menyingkirkan hambatan belajar, mengembalikan proses belajar ke keadaannya yang mudah dan alami.
Fasilitasi termasuk penyediaan alat bantu yang memudahkan siswa belajar.
Dalam proses pembelajaran terjadi oskestrasi (penggubahan, penyelarasan, pemberdayaan komunitas belajar), sehingga orang-orang yang terlibat sama-sama merasa senang dan bekerja saling membantu untuk mencapai hasil yang optimal.

Asas utama
Pembelajaran kuantum di rancang berdasar tiga hal, yaitu: asas utama, prinsip-prinsip dan model. Belajar adalah kegiatan full contact, suatu kegiatan yang melibatkan seluruh kepribadian manusia (pikiran, perasaan dan bahasa tubuh) disamping pengetahuan, sikap dan keyakinan sebelumnya serta persepsi masa datang. Belajar berurusan dengan orang secara keseluruhan, kegiatan ini dapat dicapai jika guru telah memasuki kehidupan siswa, caranya yaitu dengan mengaitkan apa yang di ajarkan guru dengan peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademik siswa.

Prinsip-prinsip pembelajaran Kuantum
Prinsip yang digunakan dalam pembelajaran kuantum terdiri dari :
1. segalanya berbicara
prinsip segalanya berbicara mengandung pengertian bahwa segala sesuatu di ruang kelas “berbicara” – mengirim pesan tentang belajar dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dari kertas yang di bagikan hingga rancangan pelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru wajib mengubah kelas menjadi “komunitas belajar” masyarakat mini yang setiap detailnya telah di ubah untuk mendukung belajar optimal dari cara mengatur bangku, menentukan kebijakan kelas, cara merancang pengajaran.

2. prinsip segalanya bertujuan
berarti semua upaya yang di lakukan guru dalam mengubah kelas mempunyai tujuan, yaitu agar siswa dapat belajar secara optimal untuk mencapai prestasi tertinggi.

3. pengalaman sebelum peberian nama
proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk hal-hal yang mereka pelajari. Pengalaman menciptakan ikatan emosional dan peluang untuk penamaan. Pengalaman juga menciptakan pertanyaan mental, membangun keingintahuan siswa. Dalam kondisi demikian barulah guru memberikan nama : menjelaskan materi pelajaran.
Mode pembelajaran kuantum mengambil bentuk hampir sama dengan sebuah simponi yang membagi unsur pembentuk mencari dua kategori yaitu : konteks dan isi.

4. akui setiap usaha
5. jika layak di pelajari, maka layak pula dirayakan.



III.          PRINSIP-PRINSIP BELAJAR DAN ASAS PEMBELAJARAN


A, Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.
1.Perhatian dan motivasi
Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.
Motivasi adalah tenaga yang digunakan untuk menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Menurut H.L. Petri, “ motivation is the concept we use when we describe the force action on or within an organism to initiate and direct behavior”. Motivasi data merupakan tujuan pembelajaran. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan.
Motivasi erat kaitannya dengan minat.siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang di anggap penting dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut mengubah tingkah laku dan motivasinya.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain. Motivasi dibedakan menjadi dua:
a, Motif  intrinsik.
Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya.
b, Motif  ekstrinsik.
Motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyerta. Contohnya siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan dikarenakan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilanbelajar.
Motif ekstrinsik dapat berubah menjadi motif intrinsik yang disebut “transformasi motif”. Sebagai contoh, seseorang belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) karena menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi seorang guru. Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu untuk menyenangkan hati orang tuanya,tetapi setelah belajar beberapa lama di LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu semula ekstrinsik menjadi intrinsik.

2. Keaktifan
Belajar tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalaminya sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah.
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Dalam proses balajar mengajar anak mampu mengidantifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Dalam setiap proses belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik dan kegiatan psikis. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan kegiatan psikis yang lain.
3, Keterlibatan langsung/berpengalaman
Menurut Edgar Dale, dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya, mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar dari pengalaman langsung. Belajar secara langsung dalam hal ini tidak sekedar mengamati secara langsung melainkan harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak hanya keterlibatan fisik semata, tetapi juga keterlibatan emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
4, Pengulangan
Menurut teori psikologi daya, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang.
Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise”, Thorndike mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengamatan-pengamatan itu memperbesar peluang timbulnya respons benar.
Pada teori psikologi Conditioning, respons akan timbul bukan karena oleh stimulus saja tetapi oleh stimulus yang di kondisikan, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas, mobil berhenti pada saat lampu merah.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Walaupun kita tidak dapat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran.
5, Tantangan
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.
Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya.
Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.
6, Balikan dan penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effectnya Thorndike.
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Hal ini juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif atau escape conditioning.
Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan.
7, Perbedaan individu
Siswa merupakan individual yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan belajar ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara, misalnya:
    • Penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi
    • Penggunaan metode instruksional
    • Memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa pandai dan memberikan
      bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang
    • Dalam memberikan tugas, hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa

B. Implikasi prinsip-prinsip belajar dan Pembelajaran bagi siswa dan guru tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung.

a, Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar bagi Siswa
Siswa sebagai ”primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan apapun tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip-prinsip belajar.
1.      Perhatian dan motivasi
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Siswa diharapkan selalu melatih inderanya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam proses pembelajaran. Peningkatan/pengembangan minat ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373).
Implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan secara terus-menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara terus-menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan/mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai, menanggapai secara positif pujian/dorongan dari orang lain, menentukan target/sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari contoh-contoh perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis.

2) Keaktifan
Sebagai ”primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pebelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.

3) Keterlibatan langsung/berpengalaman
Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa, misalnya siswa berdiskusi untuk membuat laporan, siswa melakukan reaksi kimia, dan perilaku sejenisnya. Perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.
4) Pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32). Dari pernyataan inilah pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Dengan kesadaran ini, diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan unsur-unsur kimia setiap valensi, mengerjakan soal-soal latihan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa sejarah.

5) Tantangan
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pernyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat lebih baik (Davies, 1987:32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh, memproses dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses dan mengolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing ataupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
6) Balikan dan penguatan
Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi dirinya sendiri. Seorang siswa belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement) (Davies, 1987:32). Hal ini timbul karena kesadaran adanya kebutuhan untuk memperoleh balikan dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang dilakukannya. Untuk memperoleh balikan penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan diantaranya adalah dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap skor/nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari guru/orang tua karena hasil belajar yang jelek.
7) Perbedaan individual
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan) nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies, 1987:32). Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain akan membantu siswa menentukan cara belajar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri.

b.      Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar bagi Guru
Guru sebagai orang kedua dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari adanya prinsip-prinsip belajar. Guru sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan pembelajaran terimplikasi oleh adanya prinsip-prinsip belajar ini.
 
1) Perhatian dan motivasi
Implikasi prinsip perhatian bagi guru tampak pada perilaku-perilaku sebagai berikut:
• Guru menggunakan metode secara bervariasi
• Guru menggunakan media sesuai dengan tujuan belajar dan materi yang diajarkan
• Guru menggunakan gaya bahasa yang tidak monoton
• Guru mengemukakan pertanyaan-pertanyaan membimbing (direction question)

Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi guru tampak pada perilaku-perilaku yang diantaranya adalah:

• Memilih bahan ajar sesuai minat siswa
• Menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai siswa
• Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin memberitahukan hasilnya    
   kepada siswa
• Memberikan pujian verbal atau non verbal terhadap siswa yang memberikan respons terhadap p
   Pertanyaan yang diberikan
• Memberitahukan nilai guna dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa

2) Keaktifan
Peran guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada (Sten, 1988:224). Hal ini berarti pula bahwa kesempatan yang diberikan oleh guru akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa, maka guru di antaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut:
 Menggunakan multimetode dan multimedia
 Memberikan tugas secara individual dan kelompok
 Memberikan kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil   
    ( beranggauta tidak lebih dari 3 orang )
• Memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas
  Mengadakan tanya  jawab dan diskusi

3) Keterlibatan langsung/berpengalaman
Untuk dapat melibatkan siswa secara fisik, mental-emosional dan intelektual dalam kegiatan pembelajaran, maka guru hendaknya merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan karakteristik isi pelajaran. Perilaku sebagai implikasi prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman diantaranya adalah:
·         Merancang kegiatan pembelajaran yang lebih banyak pada pembelajaran individual dan  kelompokkecil
Mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan dengan demonstrasi
·         Menggunakan media yang langsung digunakan oleh siswa
·         Memberikan tugas kepada siswa untuk mempraktekkan gerakan psikomotorik yang dicontohkan
·         Melibatkan siswa mencari informasi/pesan dari sumber informasi di luar kelas atau luar sekolah
·         Melibatkan siswa dalam merangkum atau menyimpulkan informasi pesan pembelajaran
Implikasi lain dari adanya prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman bagi guru adalah kemampuan guru untuk bertindak sebagai manajer/pengelola kegiatan pembelajaran yang mampu mengarahkan, membimbing dan mendorong siswa ke arah tujuan pengajaran yang ditetapkan.
4) Pengulangan
Implikasi prinsip pengulangan bagi guru adalah mampu memilihkan antara kegiatan pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan dengan yang tidak membutuhkan pengulangan. Pengulangan terutama dibutuhkan oleh pesan-pesan pembelajaran yang harus dihafalkan secara tetap tanpa ada kesalahan sedikitpun. Selain itu, pengulangan juga diperlukan terhadap pesan-pesan pembelajaran yang membutuhkan latihan. Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip pengulangan di antaranya:
• Merancang pelaksanaan pengulangan
• Mengembangkan/merumuskan soal-soal latihan
• Mengembangkan petunjuk kegiatan psikomotorik yang harus diulang
• Mengembangkan alat evaluasi kegiatan pengulangan
• Membuat kegiatan pengulangan yang bervariasi

5) Tantangan
Apabila guru menginginkan siswa selalu berusaha mencapai tujuan, maka guru harus memberikan tantangan pada siswa dalam kegiatan pembelajarannya. Tantangan dalam kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan oleh guru melalui bentuk kegiatan, bahan, dan alat pembelajaran yang dipilih untuk kegiatan pembelajaran. Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip tantangan diantaranya adalah :

·         Merancang dan mengelola kegiatan eksperimen yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukannya secara individual atau dalam kelompok kecil (3-4 orang)
·         Memberikan tugas pada siswa memecahkan masalah yang membutuhkan informasi dari orang lain di luar sekolah sebagai sumber informasi
·         Menugaskan kepada siswa untuk menyimpulkan isi pelajaran yang selesai disajikan
·         Mengembangkan bahan pembelajaran (teks, hand out, modul, dan yang lain) yang memperhatikan kebutuhan siswa untuk mendapatkan tantangan di dalamnya, sehingga tidak harus semua pesan pembelajaran disajikan secara detail tanpa memberikan kesempatan siswa mencari dari sumber lain.
·         Membimbing siswa untuk menemukan fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi sendiri
·         Guru merancang dan mengelola kegiatan diskusi untuk menyelenggarakan masalah-masalah yang disajikan dalam topik diskusi

6) Balikan dan penguatan
Balikan dapat diberikan secara lisan maupun tertulis, baik secara individual ataupun kelompok klasikal. Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran harus dapat menentukan bentuk, cara, serta kapan balikan dan penguatan diberikan. Agar balikan dan penguatan bermakna bagi siswa, guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa. Implikasi prinsip balikan dan penguatan bagi guru, berwujud perilaku-perilaku yang diantaranya adalah : 

·      Memberitahukan jawaban yang benar setiap kali mengajukan pertanyaan yang telah dijawab siswa secara benar ataupun salah
·         Mengoreksi pembahasan pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa pada waktu yang telah ditentukan
Memberikan catatan-catatan pada hasil kerja siswa (berupa makalah, laporan, klipping pekerjaan rumah) berdasarkan hasil koreksi guru terhadap hasil kerja pembelajaran
·         Membagikan lembar jawaban tes pelajaran yang telah dikoreksi oleh guru, disertai skor dan catatan-catatan bagi pebelajar
·      Mengumumkan atau mengkonfirmasikan peringkat yang diraih setiap siswa berdasarkan skor yang dicapai dalam tes
·      Memberikan anggukan atau acungan jempol atau isyarat lain kepada siswa yang menjawab dengan benar pertanyaan yang disajikan guru.
·         Memberikan hadiah/ganjaran kepada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas

7) Perbedaan individual
Setiap guru tentunya harus menyadari bahwa menghadapi 30 siswa dalam satu kelas, berarti menghadapi 30 macam keunikan atau karakteristik. Selain karakteristik/keunikan kelas, guru harus menghadapi 30 siswa yang berbeda karakteristiknya satu dengan lainnya. Konsekuensi logis adanya hal ini, guru harus mampu melayani setiap siswa sesuai karakteristik mereka orang per orang. Implikasi prinsip perbedaan individual bagi guru berwujud perilaku-perilaku yang diantaranya adalah :
·         Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa
sesuaikarakteriatiknya
·         Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan pembelajaran
·         Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan perlakuan pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan
·         Memberikan remediasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang membutuhkan

IV    KONDISIONING OPERAN B.F SKINNER
1.      SEJARAH MUNCULNYA TEORI KONDISIONING OPERAN B.F SKINNER
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R. . pada waktu itu model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat  pada pelaksanaan penelitian. Istilah-istilah seperti cues (pengisyratan), purposive behavior (tingkah laku purposive) dan drive stimuli (stimulus dorongan) dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus untuk memunculkan atau memicu suatu respon tertentu.
Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya.
Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi. Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.

2. KAJIAN UMUM TEORI B.F SKINNER
Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (Kondisioning operan). Pengkondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi.
Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut :
  1. Belajar itu adalah tingkah laku.
  2. Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
  3. Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
  4. Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
  5. Tingkah-laku organisme secara individual merupakan sumber data yang cocok.
  6. Dinamika interaksi organisme dengan lingkungan itu sama untuk semua jenis mahkluk hidup.
Tabel Perbandingan Respons Elisit dan Tingkah-Laku Operan
Respons Elisit ( Refleks )
Respons Emisi atau Operan
Ada korelasi yang dapat diamati antara stimulus dan respons; Respons yang terpancing keluar terutama untuk menjaga kesejahteraan organisme.
Ada respons bertindak mengenai  lingkungan yang menimbulkan konsekuensi yang berpengaruh pada organisasi, dan dengan demikian mengubah tingkah-laku yang akan datang; Tidak ada korelasi nya dengan stimulus sebelumnya.
Di kondisikan dengan substitusi stimulus

Kondisioning Tipe S
Di kondisikan melalui konsekuensi respons yang memperbesar peluang merespons; Kondisioning Tipe R.

Berdasarkan asumsi dasar tersebut menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).

 Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Penguatan boleh jadi kompleks. Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian:

Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
 Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu  cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Berikut ini disajikan contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).

Penguatan positif
Perilaku
Murid mengajukan pertanyaan yang bagus
Konsekuensi
Guru menguji murid
Prilaku kedepan
Murid mengajukan lebih banyak pertanyaan
Penguatan negatif
Perilaku
Murid menyerahkan PR tepat waktu
Konsekuensi
Guru berhenti menegur murid
Prilaku kedepan
Murid makin sering menyerahkan PR tepat waktu
Hukuman
Perilaku
Murid menyela guru
Konsekuensi
Guru mengajar murid langsung
Prilaku kedepan
Murid berhenti menyela guru
Ingat bahwa penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.

Kupasan yang dilakukan Skinner menghasilkan suatu sistem ringkas yang dapat diterapkan pada dinamika perubahan tingkah laku baik di laboratorium maupun di dalam kelas. Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons, diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf). Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan binatang percobaan dalam “kontigensi terminal”. Maksudnya, binatang itu harus berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam mencari jalan lepas dari kurungan atau makanan. itu adalah prosedur yang mengena dalam membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan Sitimulus-Respon-penguatan yang diatur secara seksama.
Dikelas, Skinner menggambarkan praktek “tugas dan ujian” sebagai suatu contoh menempatkan pelajar dalam kontigensi . Skinner menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang diinginkan. Analisa yang dilakukan Skinner tersebut diatas meliputi peran penguat berkondisi dan alami, penguat positif dan negative, dan penguat umum.
Dengan demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain :

·         Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
·         Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
·         Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
·         Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
·         Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun lingkungan perlu diubah,  untuk menghindari adanya hukuman.
Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikandengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
·         Dalam pembelajaran, digunakan shaping.

Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

  • Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
  • Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning  itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

3. APLIKASI TEORI SKINNER TERHADAP PEMBELAJARAN.

Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

·         Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
·         Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat
·         Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
·         Materi pelajaran digunakan sistem modul.
·         Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
·         Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
·         Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
·     Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
·         Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
·         Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
·         Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
·         Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
·         Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
·         Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
·         Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.

4. ANALISIS  PERI LAKU  TERAPAN DALAM  PENDIDIKAN

Banyak aplikasi Pengkondisian operan telah dilakukan diluar riset laboratorium, antara lain dikelas, rumah, setting bisnis, rumah sakit, dan tempat lain di dunia nyata.
Analisis Perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam bidang pendidikan yaitu
  1. Meningkatkan perilaku yang diinginkan.
  2. Menggunakan dorongan (prompt) dan pembentukkan (shaping).
  3. Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
Meningkatkan perilaku yang diharapkan
Lima strategi pengkondisian operan dapat dipakai untuk meningkatkan perilaku anak yang diharapkan yaitu:
-      Memilih Penguatan yang efektif : tidak semua penguatan akan sama efeknya bagi anak. Analisis perilaku terapan menganjurkan agar guru mencari tahu penguat apa yang paling baik untuk anak, yakni mengindividualisasikan penggunaan penguat tertentu. Untuk mencari penguatan yang efektif bagi seorang anak, disarankan untuk meneliti apa yang memotivasi anak dimasa lalu, apa yang dilakukan murid tapi tidak mudah diperolehnya, dan persepsi anak terhadap manfaat dan nilai penguatan. Penguatan alamiah seperti pujian lebih dianjurkan ketimbang penguat imbalan materi, seperti permen, mainan dan uang.
-      Menjadikan penguat kontingen dan tepat waktu: agar penguatan dapat efektif, guru harus memberikan hanya setelah murid melakukan perilaku tertentu. Analisis perilaku terapan seringkali menganjurkan agar guru membuat pernyataan ”jika…maka”. penguatan akan lebih efektif jika diberikan tepat pada waktunya, sesegera mungkin setelah murid menjalankan tindakan yang diharapkan. Ini akan membantu anak melihat hubungan kontingensi antar-imbalan dan perilaku mereka. Jika anak menyelesaikan perilaku sasaran (seperti mengerjakan sepuluh soal matematika) tapi guru tidak memberikan waktu bermain pada anak, maka anak itu mungkin akan kesulitan membuat hubungan kontingensi.
-      Memilih jadwal penguatan terbaik: menyusun jadwal penguatan menentukan kapan suatu respons akan diperkuat. Empat jadwal penguatan utama adalah
·         Jadwal rasio tetap: suatu perilaku diperkuat setelah sejumlah respon.
·         Jadwal rasio variabel : suatu perilaku diperkuat setelah terjadi sejumlah respon, akan tetapi tidak berdasarkan basis yang dapat diperidiksi.
·         Jadwal interval – tetap : respons tepat pertama setelah beberapa waktu akan diperkuat.
·         Jadwal interval – variabel : suatu respons diperkuat setelah sejumlah variabel waktu berlalu.
-      Menggunakan Perjanjian. Perjanjian (contracting) adalah menempatkan kontigensi penguatan dalam tulisan. Jika muncul problem dan anak tidak bertindak sesuai harapan, guru dapat merujuk anak pada perjanjian yang mereka sepakati. Analisis perilaku terapan menyatakan bahwa perjanjian kelas harus berisi masukan dari guru dan murid. Kontrak kelas mengandung pernyataan ”jika… maka” dan di tandatangani oleh guru dan murid, dan kemudian diberi tanggal.
-      Menggunakan penguatan negatif secara efektif: dalam pengutan negatif, frekuensi respons meningkat karena respon tersebut menghilangkan stimulus yang dihindari.seorang guru mengatakan”Pepeng, kamu harus menyelesaikan PR mu dulu diluar kelas sebelum kamu boleh masuk kelas ikut pembelajaran” ini berarti seorang guru menggunakan penguatan negatif.

Menggunakan dorongan (prompt) dan pembentukan (shapping)
Prompt (dorongan) adalah stimulus tambahan atau isyarat tambahan yang diberikan sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan respon tersebut akan terjadi. Shapping (pembentukan) adalah mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku sasaran.
Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan
Ketika guru ingin mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (seperti mengejek, mengganggu diskusi kelas, atau sok pintar) yang harus dilakukan berdasarkan analisis perilaku terapan adalah
-      Menggunakan Penguatan Diferensial.
-      Menghentikan penguatan (pelenyapan)
-      Menghilangkan stimuli yang diinginkan.
-      Memberikan stimuli yang tidak disukai (hukuman)

5. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI SKINNER
Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
Kekurangan
Beberapa kelemahan  dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) adalah bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii) keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan  membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.

KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diberikan  setelah mengkaji teori belajar B.F Skinner adalah sebagai berikut:
  1. Beberapa unsur dasar dalam teori operan kondisioning Skinner dijelaskan pada tabel berikut:
Unsur Dasar
Definisi
Asumsi
Perubahan tingkah laku ialah fungsi dari kondisi dari lingkungan dan peristiwa
Belajar
Perubahan tingkah laku ditunjukkan oleh meningkatnya keseringan respon.
Hasil belajar
Respons yang baru (tingkah laku)
Komponen Belajar
(SD)-(R)-(R Reinsf)
Perancangan pembelajaran untuk belajar yang kompleks
Merancang urutan stimulus – respon – penguatan untuk mengembangkan himpunan respons kompleks.
Isi pokok dalam merancang pembelajaran
Pemindahan kendali stimulus, waktu penguatan; menghindarkan hukuman.
  1. Teori belajar operan kondisioning  Skinner memberi banyak kontribusi untuk praktik pengajaran. Konsekuensi penguatan dan hukuman adalah bagian dari kehidupan guru dan murid. Jika dipakai secara efektif, pandangan teori ini akan dapat membantu para guru dalam pengelolaan kelas. Demikian pula prinsip-prinsip dan hukum-hukum belajar yang tertuang dalam teori ini akan membantu guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran yang cocok untuk mencapai hasil belajar dan perubahan tingkah laku yang positif bagi anak didik.
  1. Kritik terhadap teori pengkondisian operan Skinner adalah seluruh pendekatan itu terlalu banyak menekankan pada control eksternal atas perilaku murid. Teori ini berpandangan bahwa strategi yang lebih baik adalah membantu murid belajar mengontrol perilaku mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara internal. Beberapa kritikus mengatakan bahwa bukan ganjaran dan hukuman yang akan mengubah perilaku, namun keyakinan atau ekspektasi bahwa perbuatan tertentu akan diberi ganjaran atau hukuman. atau dengan kata lain teori behaviorisme tidak memberi cukup perhatian pada proses kognitif dalam proses belajar.



DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman Dr Mpd, 2010 Belajar dan  Pembelajaran, Alpabeta CV Bandung
Arie Asnaldi, 2005. Teori –Teori belajar. http://asnaldi.multiply.com/journal/item/
B.F. Skinner and radical behaviorism, http://en.wikipedia.org/wiki/Behaviorism#column-one.
John W. Satrock, 2007. Psikologi Pendidikan. edisi kedua. PT Kencana Media Group: Jakarta
Margaret E. Bell Gredler, 1994. Belajar dan pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Muhibbin syah, Dr.M Ed, Psikologi Pendidikan,PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Prasetya Irawan, dkk, 1997. Teori belajar. Dirjen Dikti: Jakarta
Wasty Soemanto,Drs.MPd,2006 Psikologi Pendidikan, PT Rineka Cipta Jakarta
Yatim Riyanto.Prof.Dr.H.Mpd, 2009, Paradigmabaru Pembelajaran,Kencana Prenada   
            Media Group, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar